(per)cuma
9/17/2011 12:36:00 AMkusampaikan padamu sebuah
rahasia yang mampir namun harus kita simpan: sebuah lamunan.
sekali waktu aku pernah
membayangkan melabuh di bibirmu; namun kutepis cepat-cepat sambil mengharap
ingatan yang padat agar buyar dalam lambat. kau tahu, kita terlalu banyak berbicara
tentang definisi-definisi, esensi-esensi, metafora dan alegori, hingga kita
tidak tahu lagi apa yang kita cari. aku sudah tak tahu lagi apa yang kucari, itu
pun jika memang benar ada sesuatu yang tengah dicari. tapi petikan-petikan
ingatan yang kujejak dalam injakan ternyata sekedar pengingat: ada terlalu
banyak hal yang ingin kubagi. mungkin sesederhana pelukan, atau mungkin kecupan
– segala yang harusnya lari dari harapan – yang bersisaan dalam proyeksi
bayangan-bayangan. lekat, tapi sesak. buyar dan hambar. tapi kurapal sampai
pada rincinya.
(ah, kupikir aku baru saja
diperdengarkan pada suaramu yang sempat membisik di telinga.)
kusampaikan padamu sebuah
rahasia yang mampir pada malam tadi: aku bermimpi.
tentang sebuah kecupan.
tentang uraian nafas yang bertukaran menyisipi desahan. tentang jari-jari yang
dihauskan kerinduan lalu saling bergenggaman dan merayakan. kemudian hanya demikian
kita sempat berbahasa; selebihnya hanya ada ruang kosong sepanjang sisaan malam
yang terlalu enggan dikunjungi pagi. yang tersisa kala terjaga hanya ada udara:
dengan kau yang menjelma di antaranya – untuk sekedar mengada tanpa pernah berhak
terjamah. kuhirupi rindu yang niscaya untuk sekedar kulepas lagi kemudian.
tidak ada akhiran, hanya kesepian yang kadang sekedar singgah ke tepian, untuk
kembali lagi menyoraki kesunyian. bukankah lucu melihat bagaimana kita
dipermainkan oleh sesuatu yang tak kelihatan namun gesit meliciki perasaan?
ah, rindu itu penghisapan.
dan ia tamak. jiwa-jiwa yang kesepian hanya berpura berbahagia dalam kesendirian
dan dalam potongan-potongan sajak yang berbicara perihal segala yang tidak akan
pernah tersampaikan. dan kita hanya akan dibiarkan saja berkawan dengan racauan-racauan
yang tak pernah akan sampai pada cukup perihal sebuah pemahaman – yang tentang
apa juga kita tidak pernah penuhi kolom jawaban.
kita hanya sedang
diracuni!
dan kau mungkin akan
bertanya mengapa kubilang akan kusampaikan padamu sebuah rahasia? memangnya ada
yang benar-benar akan kususun dalam sebuah cerita? hanya ada sangsi yang sempat
kita bagi. ah, yah, yang sempat dan ingin kubagi, bahkan dalam sebuah pelukan
dan tatapan. hanya itu yang kita abadikan dalam kejaran kenangan!
ah, dan kau lihat kan
sekarang menggelikannya disfungsi yang tergambar dalam racauan? hanya paragraf-paragraf
ramai yang tak berbicara apa-apa. sebongkah rindu yang kita anggap sedang
bicarakan saja nampaknya nirmakna (namun ada). lalu sekarang pada kata yang
mana kita ingin bertukaran cita-cita? boleh tidak, kita sekedar bercintaan
hanya dengan tatapan mata saja? ya? sebentar. saja.
(untuk apa lagi kita berpuisi? tidak
ada yang nikmat dari puisi. ia hanya peristirahatan semu dari rindu yang
melelahkan, selanjutnya kita hanya akan dipaksa berlari lagi sambil berpura
menikmati titian yang garis akhirnya berujung di titik ketiadaan. lucu memang
retorika distorsi dimensi yang harus kita lalui ini: begitu sepi dan
menjengkelkan.)
0 comments