Masih soal perbedaan
5/19/2011 10:10:00 PM
Seorang teman sekelas menyampaikan bentuk nyata 'Sikap Saling Menghargai dan Menghormati' di kelas Character Building siang ini:
"Contohnya, enggak membeda-bedakan agama"
lalu pikiran saya melanglang buana ke post saya, Perbedaan dan Perkara Kesadaran.
Dengan isu-isu konflik agama seperti sekarang ini, saya jadi "kasihan" dengan kondisi dimana masyarakat malah menyalahartikan pluralisme dengan "tidak membeda-bedakan" agama itu sendiri. Ngomongin soal pluralisme dan bedanya dengan relativisme (yang berbicara tentang kebenaran, dan mengganggap semua agama adalah sama) ada di post saya tersebut di atas.
Saya tanggapi dengan kenyataan (menurut Aristoteles) bahwa pada dasarnya manusia akan selalu mengklasifikasi segala sesuatu dalam realita kehidupannya. Tidak ada yang salah dengan "membeda-bedakan". Sikap saling menghargai dan menghormati itulah yang makanya jadi penting (diemphasiskan oleh Ibu Rina).
Bukan berarti saya ingin agar perbedaan menjadi satu hal yang signifikan, tapi ketika "perbedaan" tidak lagi menjadi identitas, maka keberadaan agama-agama yang beragam akan menjadi meaningless.
Kita analogikan agama-agama sebagai jurusan-jurusan di universitas. Sebutlah ada jurusan Kimia, Desain, Fisika, atau Sastra. Jika semuanya kita anggap adalah sama (apart from 'what is the right one?' atau 'mana yang lebih baik?'), maka tidak perlu kan ada bermacam-macam jurusan? Ya kalau semua jurusan adalah sama, dibuat saja hanya ada satu jurusan karena apa yang dituju dan cara untuk menujunya adalah sama.
Sama dengan agama. Jika semua adalah sama, buat apa ada bermacam-macam agama? Kita dirikan satu institusi keagamaan karena kita semua adalah sama.
Makanya, saya agak menyayangkan orang yang mengkritik sesamanya yang menjadikan kebiasaan positif sebagai makhluk sosial yang beridentitaskan keagamaannya. Jika bukan si umat beragama yang mempertahankan identitas itu, lalu siapa lagi? As long as identitas itu tidak digunakan untuk melabel-labelkan diri sebagai yang lebih superior (ya intinya, mengedepankan keterbukaan dan kesadaran subyektivitas), ya baik-baik saja, kan?
Perbedaan itu indah, tapi keterbukaan dan kesadaran akan eksistensi dan makna orang lain dalam menyikapi perbedaanlah yang menjadikan ke-manusia-an menjadi lebih.... menggigit. (;
0 comments