Saya baru sadar, bahwa pola pembelajaran dialektik antara mahasiswa dan dosen menjadi sangat penting dalam belajar di jurusan desain ini. Seperti misalnya, ketika si mahasiswa dan dosen, katakanlah, sama-sama dalam posisi “tidak tahu”: si mahasiswa bikin ini dengan argumentasi begini, dan si dosen menilai dengan argumentasi seperti ini. Ketika berada dalam kondisi kemahasiswaan kita di institusi ini (enam ribu mahasiswa setiap tahunnya, dan lima puluh lima anak di tiap kelasnya), kita menjadi asing bagi sesama (ya, katakanlah, teman-teman seangkatan), dan rasa keasingan inilah yang juga semakin parah jika sudah berhubungan dengan dosen, kan? Mahasiswa yang merasa asing terhadap dosen tertentu menjadi segan untuk bertanya, apalagi mengajukan argumen untuk hasil karya visualnya (padahal dalam hati mumet sendiri karena nilai tidak sesuai dengan ekspektasinya). Eww. Padahal seharusnya, pola hubungan komunikasi yang baik antara dosen dan mahasiswa berperan penting untuk masing-masing bertanggung jawab atas “kebebasannya” masing-masing sebagai mahasiswa dan sebagai dosen. Mahasiswa bertanggung jawab atas karyanya dan dosen bertanggung jawab atas penilaian yang diberikan terhadap hasil tanggung jawab muridnya.

Begini kita berada di dalam pabrik. Mau dibilang “enggak jelas banget” tapi orientasinya sendiri sangat obvious: industri. Ya kita sedang bunuh diri massal ini namanya.