menyamarkan kebaikan
7/12/2010 02:10:00 PM
Ada orang yang sedang di dalam perjalanan; tiba-tiba muncul orang jahat mencegatnya. Dirampaslah hartanya, disakiti badannya, ia pun terkaparlah di jalan yang lengang.
Imam dari suku Lewi lewat dan melihat ada orang yang sengsara dan perlu dirawat. Apa yang dibuatnya bagi kawan senegri? Pura-pura tidak tahu dan terus pergi.Ada orang asing dari tanah Samaria, yang melihat dia, hatinya merasa iba; luka dibersihkannya dan dibalut segera. orang Samaria, itulah sesamanya!Aku mau menjadi seperti si Samaria, akulah sesama bagi orang menderita, bagi orang yang sedih, kawa maupun lawanku.
Itulah perintah Tuhan Yesus Penebus.(Puji Syukur No.701, perikop: Lukas 10:25-37, Perumpamaan tentang Samaria yang baik hati, tentang persaudaraan, tentang sesama, tentang kemurahan hati, kebaikan; penghargaan akan kehidupan dan kehadiran orang lain.)
Bagaimana? Kita meng-Samaria-kan orang lain dengan latar sejarah mereka, sebagaimana Yahudi membenci mereka* atas penajisan yang dilakukan atas Bait Allah pada tahun 9 dan 6 SM untuk mencegah Yahudi merayakan Paskah, dengan menyebarkan tulang-tulang manusia ke dalamnya.
saya juga sebenarnya merasa seperti manusia yang begitu; menggunakan stigma-stigma yang demikian untuk menilai.
Terkadang saya berpikir bahwa manusia memang memiliki pembawaan untuk menjadikan jumlah kesalahan sebagai patokan untuk memberi harga, bukan jumlah hal yang benar; meeksagerasi kekeliruan yang sederhana, menutup-nutupi ada baik yang berhak diingat;
pernah sekali waktu saya menduga bahwa manusia memang pada dasarnya gemar membeda-bedakan (yang saya spekulasi sebagai upaya untuk 'meninggikan' diri sendiri, mengkategorikan diri sendiri sebagai yang lebih baik dengan mengestimasi yang 'beda' sebagai yang buruk).
Itulah mengapa secara pribadi saya memandang stereotype sebagai sesuatu yang destructive:
ia menyamarkan kebaikan.
Ketika Einstein mengatakan bahwa "Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan", saya merasa dibawa untuk mendefinisikannya sebagai ajakan untuk menumbuhkan kebaikan dengan menghadirkan Tuhan, melihat semua orang sebagai sesama. lupakan stereotype. kita semua sama dalam hak dicintai.
Bagaimana kamu menjadi saudara? Dengan cinta kasih.Bagaimana mengasihi? Dengan menghargai.(Romo Ari, homili Minggu Juli 11,2010)
Jadi memang demikian kan Dia menjawab pertanyaan saya tentang kebenaran dan kebaikan:
dengan menkonspirasikan kebetulan-kebetulan, menyatakan ke-nyata-an-Nya dengan kenyataan.
2 comments
kebaikan adalah kebenaran
ReplyDeleteakan lebih tepat jika kebaikan dan kebenaran menjadi satu "paket" (:
ReplyDelete