merumahkan musim hujan

12/22/2015 07:43:00 AM



aku menyaksikan wajahmu di muka depan surat kabar pagi ini dan aku ingat kita telah gagal membicarakan cuaca. karenanya di hujan terakhir di hari minggu itu aku ingin menghubungimu dan mengajakmu membicarakan saja suara. tapi aku lupa bagaimana aku pernah meniti satu per satu ujung rambutmu yang membarakan nyala di antara lipatan subuh. aku malah mendengar siku-siku lenganmu memanggilku dengan nama yang keliru. aku urung menghubungimu.

aku sendiri lupa dari mana hujan menyapumu atau dari mana getir menyambari wajahmu, tapi wajahmu di surat kabar pagi ini mengingatkanku untuk urung pula menyegerakan hujan. sayangnya aku gagal pula membiarkannya berpergian seperti ia dulu gemar tekuni. bisakah kita membuat saja peta hujan? merangkumnya dalam lembaran yang tak mungkin berubah hingga kita bisa setengah mati saja menghapalnya agar ia tak lagi perlu menyenangkan untuk dibicarakan? merangkum jejaknya, mengabadikan waktu. hujan di kepalamu.


aku ingin merumahkan musim hujan pagi ini, karena cuaca terbiasa memeluki kita dengan kata-kata yang nirmakna dan pandang mata yang aus tanpa sua. aku ingin mengajakmu membantuku merumahkan musim hujan namun hujan di kepalamu telah mengantukmu ke atas tanah basah. aku tak yakin benar kau bisa berjalan sedikit lebih gagah dengan kepala itu. kepala yang mendekap tanah basah dan gagal berdiri dengan tegap. hujan deras di kepalamu.

aku ingin merumahkan musim hujan pagi ini.
sebelum ia liar berlari dan membangun rumah baru di kepalamu.  






gambar: "My God" series, Qiu Minye, light sculpture.

You Might Also Like

0 comments

followers

Subscribe