rayon, stanza tak meminjam kata-kata

6/21/2014 06:11:00 AM



sayangnya kita tidak berjalan lima ribu kilometer dari jejak-jejak para serdadu yang telah menenggelamkan ratusan sejarah manusia ke dalam lubang senapan berpeluru perdu. aku ingat kau tak pernah suka mendengarku membicarakan cerita-cerita usang dari para janda serta yatim yang membakar habis sisa pakaian dari segenap laki-laki yang pernah membangun jagat di tanah itu, berbulan-bulan hingga bertahun-tahun sebelumnya. dihapusnya sisa jerat ingatan hingga tak sehelai benang pun rambut akan mengingatkan mereka pada kehidupan yang telah keliru melantunkan senandungnya dengan keras kepala dan memekikkan. kehidupan dicatatnya sebagai mesin perenggut tak tahu malu yang menari salsa di antara muncrat darah. mesiu dihirupnya dari sisa-sisa bambu yang melesatkan paru-paru mereka pada abu yang menitik dari mata para ibu. duka adalah panen raya dan mereka akan membakar lebih banyak jenazah di halaman balai desa. bau hutan dan tuhan yang aus. seperti hari minggu yang membentangi pipi-pipi mereka dengan lars yang tekun menghapuskan lebih banyak air mata. aku tak membaca berita sedini hari ini; tapi cuaca dan tanggalan merah melolongkan nama-nama yang telah diingkari segenap sumpah yang mengencingi tanah yang membentuk tubuh mereka. lumat bakaran asap. di kakimu lumur kukri, sayangku, namun sayangnya kita tak berjalan satu kilometer pun dari para serdadu itu.



You Might Also Like

0 comments

followers

Subscribe