­

puisi-puisiku ingin lebur dalam semesta (dan ragaku dalam wangi langit di ubun-ubun kepalamu)

2/21/2013 05:00:00 AM


aku ingin jatuh tertidur pada sebuah subuh : di punggungmu. sebab letih jari-jari kita merapali doa yang kita tebar di sudut-sudut kota. tembok-tembok yang kita ajak untuk buka suara - sebab terlalu lelah kita mendengarkan manusia. berlama-lama, berkawan-kawan, dan kita menunggu untuk saling dimakan. kau akan mengecup keningku - dengan sisa-sisa nafas yang terjengkal dari gurat-gurat risau di pisaumu. aku mengenggam sebatang pena, mengecup ubun-ubun kepalamu dan memintamu menyeduhkanku susu. aku ingin jatuh tertidur pada sebuah subuh, sayangku.
kita akan terbangun di suatu siang dan menyembunyikan lelehan-lelehan perekat yang bersisa di kuku-kukuku yang baru kucat. kau menyisir rambutku pelan-pelan, mengelus kepalaku. dengan begitu lembut dan halus kamu bernyanyi : kembang pete, barangkali. dan syair-syair liris dari orang-orang yang begitu ringan terbang dan menggelincir di jaman yang begitu kurang ajar. sebab kita akan mencuri ciuman-ciuman, pelukan, juga persetubuhan — namun kita akan tetap menyimpan kemarahan pada siaran-siaran televisi yang mempertontonkan orang-orang yang telah berubah menjadi tuhan (-tuhan-an).
aku bukan sasja, kau bukan pavel, bukan pula kita pelagia yang nelangsa dalam jejak-jejak perlawanannya. barangkali aku lelah, meminta lebih banyak waktu untuk rebah, untuk sekedar tertawa pada lelucon-lelucon yang mereka lemparkan pada mereka yang tak lagi mampu mengindera. pun aku juga telah enggan mati muda. pekerjaan rumah menumpuk di labirin-labirin kepalaku-dan-mu. kau kudekap. kubagi ciuman - begitu lekat. di satu sore kita minum teh dengan gula-gula sisa (sebab barangkali kita akan begitu sengsara atau hanya sekedar gemar merayakan kepahitan), membaca dan terus membaca, membantah dan terus membantah. (berciuman dan terus berciuman. bercintaan dan terus bercintaan.)
baru saja aku melihat orang-orang yang tak kukenal mengenggam suara-suara yang kita tuang dalam lekuk warna, aksara, dan rupa. berteriak yang seirama - bagi manusia yang bahkan tak kita kenal namanya. aku ingin sekali memelukmu. menghabiskan sisa-sisa nafas yang bisa kuhirup untuk menghidupkan isi-isi kepala yang berdansa di atas rupa. kau, kusayangi - juga risau di dadamu yang mendoakan pengharapan.
aku ingin meleburkan diri ke dalam kepalamu, meliburkan diri dalam pelukan, untuk pulang ke rumah yang ada di punggungmu. menjadi kita. menjadi manusia. menjadi semesta.

You Might Also Like

0 comments

followers

Subscribe