seorang anak yang memanjati pohon boddhi

3/25/2012 02:00:00 PM

ditulis bersama @MungareMike (menulis todongan dini hari.)

aku mengenal seorang anak yang memanjati pohon boddhi
dalam api yang diam terpercik lalu basah, dimakan hujan langit kiri.
aku berangkat dari masa kanak-kanaknya: sekawanan lusuh doa-doa caping

merobek kiamat, leka terbuka pada payau indra nur mengerjap.
luluh meluruh keruh compang-camping
"aku tak paham", ujarnya,
"mengapa lidah-lidahku hanya mampu mengecap rantingnya?"
akar-akar boddhi mungkin lekas dilalap api
dan semilir terus mengalir dalam air
sekawan awan hening, embun berlisan dalam bening. hening.

barangkali tuhan mampir di ceruk mata air yang lainnya, fikirnya.
tapi mata pada kakinya mengjungkir langit, masih tak meminjam kata.
sayup, amarah menelusuk di urat. memerah darah, membuncah.
sama, nafiri menguap di pelupuk daun sirih. melebur jadi lirih.

namun begitu pejal mantera menyimpan nafas
kantung-kantung kaki hujan dan bias cakaran
bila 'kan tersisih di sisa perjalanan?
hangat dan lembab.

nyaris kalah.
teringat pada hitam nirvana.
dan di setiap pelosok anak manusia, iblis diam berdegup.
pada Ayahanda, taulan dan masa binasa dan tanah
yang akan menjejakkan tapak padanya: bukan sebulir sedap malam
atau pintal-pintal masa lalunya.

seperti apa wangi pintu gerbang surga?

apa belati penuh sumpah, atau pedang yang siap bikin darah tertumpah?
bukan. bukan itu. anak manusia mencengkram tubuh boddhi, bukan pada kesumat berujung mati.
barangkali untuk sekedar kembali mencecap asin bumi.
di sini, di kaki tubuh boddhi.

dan surga tak begitu wangi.

You Might Also Like

0 comments

followers

Subscribe