indomi paling enak dan sekuintal pekerjaan rumah

3/13/2012 09:21:00 PM

malam ini saya makan indomie paling enak sedunia.
oh, bukan. ini bukan bagian dari promosi 'ini ceritaku, apa ceritamu'-nya indomie.
saya makan indomie rebus rasa ayam bawang paling enak sedunia: di pinggir jalan rawa buaya cengkareng, di pinggiran jalanan macet, asap menyebalkan dan supir dan kenek yang berserapah, pake sayur dan telor, segelas air putih. sama arif (kelas 6 SD).
arif ini abis nyanyi di kopaja 88 yang makan bareng saya malam ini.

"kakak cina? kakak ini islam atau kristen?"
mie saya nyangkut di tenggorokan.

"kenapa, rif?"
"kakak ini islam atau kristen?" arif ngotot.
"iya memangnya kenapa rif?"
"kakak islam?"
mata saya masih nanya "kenapa?"
"kakak kristen? kakak islam?"
ada orang yang tidak bisa dan tidak perlu digolongkan ke dalam satu agama, arif.
"apa, kak? kakak islam?"
bukankah semua agama sama-sama mengajarkan kebaikan?
saya percaya Tuhan, arif. saya hanya tidak lagi ingin digolongkan dalam satu agama. 
"iya."
"kakak islam?"
saya bohong. saya mengangguk. "memang kenapa, arif?"
"waktu itu arif pernah naik bis ke kampung melayu dan dikasih duduk sama tante-tante. begitu turun arif diajak ngobrol dan disuruh ikut-ikut. tapi ngomongnya begitu."
"ngomong apa, rif?"
"ya begitu. yesus, yesus."
"kayak apa, rif?"
"kayak gitu. arif lupa, udah lama."
"arif disuruh ikut yesus? sama tante itu?"
"iya, begitu."
indomie saya sempat hambar di lidah.
"arif engga mau ikut orang sembarangan. takut diajarin yang enggak-enggak."
tapi arif mau ikut nemenin saya makan malam.

dan sudah terlalu banyak waktu dan terlalu buang-buang energi untuk bercerita bagaimana saya memposisikan diri sebagai satu dari orang-orang yang tidak mau, tidak bisa, dan tidak perlu digolongkan dalam satu identitas keagamaan. dan sudah terlalu banyak waktu dan terlalu buang-buang energi untuk memaparkan cerita saya hingga sama pada titik jungkal untuk tidak lagi berkepercayaan selain pada kepercayaan personal saya terhadap satu Supreme Being yang entah apa wujudnya dan bagaimana menjabarkannya, selain dengan mempercayai ada-nya. tapi bagian percakapan dengan arif masih menganggu saya. saya keturunan cina, arif. dan saya pernah menjadi seorang kristiani yang taat dalam pelayanan. tapi kecinaan dan kepribumian seseorang bukan tolak ukur kemanusiaan seseorang. kekristenan dan keislaman (dan ke-agama-an lainnya) tidak menjamin kemanusiaan seseorang.

saya melanjutkan indomie saya yang sempat hambar, tapi kemudian kembali menjadi indomie rasa ayam bawang yang paling enak, sambil mendengarkan arif yang makan lahap sambil sesekali berbicara: tentang suaranya yang sedang serak atau sekolahnya di SDN 09.
di sendokan terakhir telur saya, tiba-tiba sebuah line melejit di kepala:
"saya pegang ajaran multatuli bahwa kewajiban manusia adalah menjadi manusia." (pramoedya)

saya pamit pada arif yang diajaki kawan-kawannya untuk main di warnet.

"cuma makan indomie aja gak apa-apa, kak?"
apa kamu enggak apa-apa cuma dapet nutrisi indomi aja?


sepanjang berjalan kaki ke lampu merah mengejar mikrolet kepala saya risuh dengan isi kepala saya sendiri;
bahwa hutang pekerjaan rumah saya masih banyak: pada arif dan kawan-kawannya yang ngamen di jalan sepulang sekolah untuk jajan, beli buku, dan mencari hiburan di warnet, juga orang-orang lain yang tersisihkan karena kesibukan dengan dalih memperbaiki kualitas hidup sendiri (yang dihitungnya pun hanya dengan ilmu eksak yang hanya melihat kuantitas). seperti masih kebas mengingat anak seusia arif sudah diturunkan benteng-benteng antar manusia atas nama kesejahteraan yang didomplengi oknum agama yang rumbai-rumbainya paling 'asik' untuk disulut api. untuk bertahan hidup itu susah, bapak pemimpin negara.
2013 saya akan jadi sarjana, tapi pekerjaan rumah saya masih banyak.
tapi saya tidak hutang pe-er sendirian. kamu pun, yang membaca ini (dengan koneksi internet yang cukup baik dan juga kemungkinan besar beruntung mencicip bangku perguruan tinggi), sama-sama punya pe er kayak saya dengan ilmu yang kamu punya.
apa tertinggal di bangku kuliah, di ruang kelas yang terlalu dingin, perpustakaan yang berisik, atau lemari buku yang apik?

...... ngerjain pe-er bareng, yuk?

You Might Also Like

4 comments

  1. I love your writings. Keep it uuuup :D

    ReplyDelete
  2. Aduh, pengen cerita banyak Ell, nggak pernah ketemu orang yg mau duduk dengan secangkir kopi buat cerita soal kopi itu sendiri. Kapan-kapan ke Tangerang ketemu kamu lah Ell, sekali2 nggak papa kali ya.
    Sementara, itu ada temen mau gabung ngajar, saya selanjutnya.

    ReplyDelete
  3. So touched, Elle. Keep writing!!! :"D

    @niniesrina

    ReplyDelete

followers

Subscribe