{...}
10/18/2011 12:48:00 AM
betapa naifnya orang-orang yang oleh karena keteguhannya akan suatu agama melulu mengatakan bahwa pelayanan yang mereka lakukan hanyalah pelayanan vertikal, sehingga tidak perlu memusingkan manusia-manusia yang menghalangi (menjadi hambatan) bagi pelayanan mereka.
mungkin absurd. mungkin keliru dan sadar tapi tidak mau ditelaah secara mendasar.
segala bentuk pelayanan yang kita sebut vertikal, menurut saya hanya akan terjadi jika dilakukan dengan medium manusia (bagi orang yang percaya akan Tuhan). dan selalu, pertanyaan ini saya ajukan, apa yang terjadi pada Tuhan sehingga Ia perlu kita layani? maksud saya, seseorang merasa dirinya wajib dilayani karena memang ia sadar ia besar dan penuh kuasa, tapi bukankah kerendahan hati yang diajarkan oleh Tuhan yang satu ini? bukankah ketika kita menggunakan kata 'melayani' pada Tuhan, kita hanya sedang membangun konsep pikiran kita sendiri saja tentang Tuhan yang akan murka jika tidak dilayani - yang sebenarnya membuat Tuhan terlihat seperti raja-raja yang gila hormat? saya pikir Tuhan adalah Entitas yang paling besar di jagat raya ini yang memiliki segala-galanya, punya kuasa atas segala ciptaan-Nya, sehingga tak lagi kekurangan satu apapun. malah sekarang muncul pertanyaan baru lagi, jangan-jangan mereka berpikir bahwa ketuhanan Tuhan yang mereka sembah akan berkurang jika tidak mereka layani? ah.
dan betapa tidak komprehensifnya konsep pelayanan yang vertikal tanpa harus memusingkan manusia, meski yang menghalangi sekalipun. jika memang yang dimaksud adalah melakukan segala ritual untuk memperdalam hubungan vertikal ini, bukankah berarti keagamaan memang diakui sebagai sesuatu yang sangat pribadi - dengan cakupan manusia hanya dia sehingga tidak ada yang horizontal?
bukankah agama dan nilai-nilai yang dikandung di dalamnya (yang menjadikan agama sebagai salah satu lembaga kebenaran) dimaksudkan sebagai komponen penting dalam menciptakan hubungan yang baik antar manusia?
kontradiktif.
atau mungkin memang orang-orang ini tak pernah paham apa yang mereka kerjakan. atau sekedar tidak mau paham.
atau mungkin sebenarnya, saya saja yang terlalu membuat asumsi sendiri: ketika mereka bicara tentang yang vertikal tanpa harus memusingkan manusia yang menghalangi bukan berarti tidak mau memikirkan manusia sama sekali. tapi untuk kesekian kalinya, saya harus bilang bahwa orang-orang ini absurd... dan ngotot (dan itu yang merisihkan, hingga akhirnya saya lepaskan.)
berbicara secara empiris, banyak yang oleh karena jargon 'pelayanan' akhirnya lupa akan manusia yang berarti secara universal, yang persoalannya masih jauh lebih besar ketimbang 'orang-orangnya sendiri'. seperti contohnya, perayaan hari pangan sedunia di gereja yang menyediakan makanan-makanan khas dari seluruh penjuru indonesia - yang pasti akan dihadiri oleh orang-orang di dalam gereja saja (dan mungkin, beberapa sanak saudaranya), padahal, masih banyak orang di sekitar gereja yang nyaris mati karena kelaparan yang sebenarnya lebih pantas untuk menjadi fokus dari perayaan hari pangan sedunia.
merayakannya di gereja dengan segala jenis pangan itu berdasar memang, tapi tidak mendasar.
dan itu cuma salah satu contoh.
atau mungkin saya saja yang terlalu salah, mengharapkan terlalu banyak terhadap lembaga agama untuk bisa menjadi jawaban atas segala permasalahan manusia padahal sebenarnya yang dilakukan orang-orang di dalamnya tidak lebih dari membangun relasi yang mendalam antara sesama saudara seiman untuk kehidupan yang kelak itu?
untuk kesekian kalinya saya berkata, bahwa jika akhirnya saya menjadi antroposentris dalam lingkup saya masih sebagai seorang teis, saya merasa baik-baik saja. daripada harus tergila-gila pada agama dan ritual tapi tidak tahu apa yang sedang lakukan, untuk apa, dan untuk siapa sehingga mungkin akan selalu berdasar, tapi tidak pernah bisa mendasar.
2011
4 comments
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAgama bisa jadi kegilaan yang dilegalisir
ReplyDeleteit IS a legalized madness....
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete