Tuhan yang Absurd

8/01/2011 12:37:00 PM

"Ellena, bagaimana kalau Tuhan itu absurd?"

Sebuah pertanyaan yang terpararelkan oleh semesta. Sempat menyerempet di pikiran saya waktu sore, di dalam kamar mandi, tapi saya redam. Bisa saya sebut terpararelkan karena oleh kebetulan kosmik, si @gajahngepet mensyen saya di twitter, mengajukan pertanyaan serupa kemarin malam. Dan diskusinya walau bentar dan menyisakan gamang dan kebas, sayang kalau sampe enggak saya simpan.

*

Entah udah berapa lama saya ini bernihilis, tapi paling berasa ya dua minggu belakangan ini sih. Belum lagi nihilisme itu nular *melototin Arkan* dan ditambah lagi si @marchoftheyear juga kayaknya lagi nihil-nihil juga di timeline yang mau gak mau diterima indera saya. Pret.
Waktu itu saya sempet bilang ke Marchio, kalo dalam eksistensialisme, yang bikin hidup absurd atau engga adalah kepercayaan seseorang akan keberadaan Tuhan. tapi setelah saya rasa-rasa lagi, it doesn't help much. Selalu membawa saya pada pertanyaan enggak berujung.

Apakah si Entitas yang mengniadaabsurdkan eksistensi manusia, yakni Tuhan, bisa saja terjebak juga dalam absurditas? Apakah memang 'pantas' mensejajarkan ke-makna-an Tuhan dengan pengertian 'absurd' dan 'bermakna' sesuai dengan bahasa manusia, mengingat apa yang dikatakan Karl Barth sebagaimana disampaikan dalam buku Filsafat dan Iman Kristen 2 karangan Colin Brown, "Alkitab menggunakan bahasa di dalam waktu dan ruang untuk membicarakan Allah yang di luar waktu dan ruang."? Bagaimana mungkin Tuhan menjadi absurd? Bagaimana absurditas Tuhan itu dijelaskan? Dan bagaimana mungkin menjelaskan absurditas yang akan menjadikan absurditas itu tidak lagi menjadi absurd? (kalo kata Arkan sih, 'Absurd adalah pemborosan bahasa (sama seperti Kebebasan)')

Yang menclok di pikiran saya adalah: absurditas Tuhan itu mungkin.
Tuhan itu bisa absurd kalau enggak ada manusia. Eksistensi Tuhan dan manusia saling bergantung satu sama lain supaya tidak lagi menjadi absurd, sebagaimana eksistensi segala macam entitas lain yang ada di dunia ini. Tidak akan ada kosong kalau tidak pernah ada isi. Tidak akan pernah ada makna dari "lari" kalau semua orang berlari dan tidak ada yang "diam" atau "berjalan". Tidak akan ada makna bagi manusia kalau tidak ada entitas di luar dia, yakni Tuhan. dan Tuhan akan nirmakna kalau tidak ada manusia yang berada di luar Dia.
Lalu apa esensinya semua ini? Kembali berakhir di absurditas. Lagi. Dan hanya sampai batas itu pikiran saya sampai.

Dan apa yang diomong sama Arkan, kurang lebih memperjelas absurditas Tuhan, dengan dimulai dari agama (meng-copas dari history chat) :

"Agama itu kan produk budaya, sementara budaya sendiri tumbuh dari pikiran manusia kan. Pikiran manusia yang menciptakan Tuhan. Apakah Tuhan ingin kita beragama?
Tapi lalu gue mikir -- agama nggak mungkin ciptaan Tuhan, karena Tuhan itu infinite, sementara agama punya flaw. Agama pasti bikinan manusia. Tapi atas dasar apa gue bisa bilang Tuhan itu infinite? Kalo Tuhan itu absurd, dia bisa aja more than infinite. Gue mencoba mengkonsepsikan Tuhan dengan pikiran gue, akan salah terus - jatuhnya ke agama.
Akhirnya ya... God is unexplainable."


Sampai akhirnya saya jadi bertanya, kalau-kalau memang percuma segala usaha kita dalam mencari Tuhan.
Saya yakini, orang paling banal dan berotak paling enggak waras di dalam tiap agama pun pasti sama-sama menyetujui bahwa Tuhan mengatasi manusia, bahwa Tuhan adalah entitas yang berada di luar manusia (meski mungkin juga dipercaya bahwa Ia turut berimanensi juga dalam semesta). Manusia tidak akan pernah sejajar dengan Tuhan dan sebaliknya. Manusia mencari Tuhan dengan segala ke-manusia-annya: bahasa, daya pikir, daya rasa, insting, indera; yang berada di bawah Tuhan. Manusia tidak akan pernah sampai ke sana: ke pemahaman Tuhan yang menyeluruh.
Dan Arkan menambahkan, oleh karena itu manusia menciptakan agama. Tapi ya tetap kita tidak akan pernah sampai ke sana. Lalu untuk apa? Nihil. Memang Tuhan tidak bisa dijelaskan.

......... tapi dari setadi yang saya lakukan malah menjelaskan ketidakbisadijelaskan-nya Tuhan. AH.
God is unexplainable. Titik. Demikianlah Tuhan adalah absurd.
Mengutip Arkan, "I'll stop there. Aku sudah capek."

Saya juga sama capeknya. Tapi memang manusia pernah puas? Manusia ingin menjadi tidak terbatas, tapi
"God is infinite. The human mind isn't." - @gajahngepet.

You Might Also Like

0 comments

followers

Subscribe