produk generasi bebal? kurang lebih.

8/04/2010 01:13:00 PM

pemberitaan di televisi jadi mulai luar biasa membosankan sekali belakangan ini :
orang terlalu berlebihan menggembar-gemborkan Sinta-Jojo keong racun.
mendadak program televisi yang masih memberitakan mereka jadi turun kualitasnya di mata saya (meski tidak pengaruh juga pada rating mereka, saya yakin)


*

menyampaikan kembali apa yang telah saya sampaikan di twitter pagi ini:
fenomena keong racun lebih seperti bukti betapa orang-orang sekarang ini telah dengan gampangnya meluarbiasakan apa yang sebenarnya biasa-biasa saja, sementara yang sebenarnya luar-biasa, tidak diberikan kesempatan untuk diangkat pada publik.

saya menyampaikan pernyataan seperti ini bukan dalam maksud untuk menyudutkan Sinta Jojo terutama berkaitannya dengan kepopulerannya yang terlalu instan (dan kurang bisa saya sebut sebagai jalan-menjadi-idola-sebenarnya).
melakukan parodi lip sync terhadap lagu-lagu terkenal sudah bukan hal yang luar biasa lagi, sudah terlalu banyak hal demikian di Youtube: Moymoy Palaboy dari Filipina dan Back Dorm Boys dari China, sebagai contoh lip sync-er kesukaan saya, yang memang lucu.
kalau kata seorang kawan saya: "yang begitu sih gue juga bisa. elu juga bisa. semua orang juga bisa jadi keong racun."
dan saya tidak bisa tidak setuju.

saya yakin mereka meng-upload video tersebut bukan dengan tujuan untuk mengejar ketenaran, namun hanya sekedar lucu-lucuan, sebagaimana saya dan teman dekat saya pernah menyusun konsep lip sync beberapa lagu 'favorit'.

dengan tulisan ini, saya secara pribadi ingin lebih menekankan media yang berperan di dalamnya.
saya bertanya-tanya mengapa media terlalu membesar-besarkan hal seperti ini, seolah mereka tidak bisa memilah dengan cerdas mana yang pantas diberitakan dan disajikan pada publik dan mana yang tidak, sementara media massa sendiri, terutama televisi dan internet, sekarang ini menjadi sumber utama yang mampu memberikan pengaruh banyak pada pola pikir khalayak.


saya jadi ingat sharing tentang hal yang cukup mirip kondisinya dengan 'gembar-gembor gak bermakna' ini, yang diawali dari tweet seorang teman:
"
Kenapa group band indonesia pendatang baru kurang sreg ya,kayak kurang beragam aja genrenya,semuanya ga ada yang mau coba sesuatu yang baru"

saya berasumsi, hal tersebut mungkin diawali dengan pemikiran bahwa semua orang berhak memiliki kesempatan untuk menggapai mimpinya, bagi beberapa kalangan: menjadi terkenal; dan pihak-pihak yang memiliki 'kuasa' untuk menjadikan seseorang terkenal akhirnya dengan hanya berangkat pada 'kebaikan hatinya' untuk mewujudkan mimpi si orang mau mau dihargai ini, akhirnya mengangkat terlalu banyak pendatang baru, yang dalam konteks sharing tadi, dalam bidang permusikan Indonesia tanpa pusing-pusing berpegang pada kunci utama yang diinginkan konsumen: kualitas.

saya melihatnya memang seperti itu, lebih sekedar berpegang faktor siapa-tahu belaka:
siapa tahu nanti jadi terkenal saya ikut untung , atau siapa tahu orang nanti suka, siapa tahu yang begini lebih dilirik.
bukannya bersandar pada pengetahuan dan intuisi dalam menyeleksi mana yang pantas dianggap berkualitas mana yang biasa-biasa saja.

*

sebagai seorang mahasiswa desain, saya harus berani mengakui bahwa industri kreatif adalah sektor industri yang kejam, tercermin dalam persaingan yang diam-diam menjatuhkan yang saya sendiri alami di bangku perkuliahan (bahkan sejak bulan-bulan awal).
saya yakin, hal ini harus selalu disadari oleh siapa pun yang bercita-cita untuk ambil bagian dalam industri kreatif: bukan perkara siapa yang memulai, tapi siapa yang mampu melakukannya dengan lebih baik.
meski perkataan positif seperti, "saya tidak memandangnya sebagai kompetisi, saya melakukan apa yang saya sukai" sering diungkapkan para profesional di bidangnya, it is not that easy.
saya tahu. saya merasakannya.
siapa pun yang terkait dengan industri kreatif pasti tahu, tapi lebih memilih untuk mengutamakan optimisme (seharusnya memang demikian. saya pun begitu).

jadi saya pikir, untuk berkasihan dalam bidang ini lebih seperti sebuah kesia-siaan.
jika punya kualitas, sokong untuk maju.
jika memang tidak, tidak usah dipaksakan, tidak usah disok-sokan pantas jadi terkenal.
karena masyarakat luas adalah satu-satunya juri yang paling mengerikan dalam menilai (dan menghakimi).

kadang saya menerka, ketika orang memberitakan hal-hal 'konyol' semacam ini, mereka sebenarnya sedang menunjukkan kebosanan pada isu-isu lain yang tidak pernah ada habisnya (yang nampak seperti sebuah takdir tertulis yang sudah tidak bisa diganggu-gugat): kemiskinan, kekacaubalauan pemerintahan, isu-isu dekadensi moral, dsb.

tapi kejenuhan bukan berarti penghalalan terhadap apatisme atas apa yang seharusnya menjadi prioritas. orang pada dewasa ini sepertinya lebih cocok saya sebut sebagai produk-produk generasi bebal: tahu yang baik untuk dilakukan tapi hanya dikerjakan dalam pikiran bukan dalam kenyataan, sementara hal yang tidak seharusnya dilakukan malah dijadikan kebiasaan; juga lupa akan ke-siapa-an mereka sendiri.
dalam hal ini, oknum penggembar-gemboran pada hal yang biasa-biasa nampak seperti itu, kurang bisa memberi tekanan pada prioritas (meski saya tahu mereka sebenarnya menyadari mana yang harusnya dititikberatkan sebagai berita mana yang jadi berita selingan saja)

bukankah akan jauh lebih bermanfaat untuk memberitakan para orang-orang muda yang punya prestasi dengan kualitas 'sebenarnya': pemenang olimpiade,misalnya
(seperti yang pernah dikatakan teman saya) , atau anak-anak sekolah yang memenangkan lomba robotik, atau para mahasiswa yang berinovasi dalam bahan bakar, atau para aktivis yang mengusahan pendidikan orang miskin, atau orang-orang lainnya yang mampu memotivasi orang lain untuk berbuat sesuatu yang lain, melakukan perubahan, dan mencoba hal-hal yang inovatif? (baik dalam sektor industri apapun)

*

ingat sebelumnya saya menyinggung tentang ke-siapa-an?
orang harus menyadarinya walau tak semua aspek ke-siapa-an dalam dirinya benar-benar bisa diselami.
siapa kamu? mahasiswa? lakukan tugasmu, berpegang pada tri dharma perguruan tinggi: dharma pendidikan, penelitian, pengabdian pada masyarakat.
siapa kamu? musisi? lakukan tugasmu, untuk berkarya bukan semata untuk kesenangan, tapi juga mampu menjadi inspirasi yang positif bagi publik.
siapa kamu? penulis? nikmatilah bermain dengan kata dan informasi dengan menjadi pendorong orang lain untuk bisa menyampaikan suatu hal dengan berlandaskan bukan hanya pada kesukaan tapi juga pada manfaat.
dan kesiapaan lainnya: pedagang, dancer, tukang lukis pinggir jalan, kesiapaan apapun juga!
yang lebih krusial, siapa kamu?
warga negara Indonesia.
bingung dengan apa tugasmu? saya pikir cukup simpel, miliki mind set bahwa kamu berkewajiban untuk melakukan sesuatu untuk bangsa ini, sekecil apapun, tanpa memandang apa agamamu, status sosialmu, pekerjaanmu, etnismu, dan hal-hal yang menghambat kamu untuk ambil bagian dalam perbaikan bangsa ini.

*

mungkin terkesan muluk-muluk, tapi yang muncul di kepala saya belakangan ini ya memang apa yang saya tulis di sini.


banyak orang-orang inspiratif, meski masih relatif muda, yang harusnya dapat tempat di media. bukan untuk menjadikan mereka populer, tapi untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk memiliki opsi yang baik dalam memilih inspirasi dan motivator, juga memberikan kesempatan pada masyarakat dari kalangan apapun untuk memiliki kesadaran bahwa bagaimana pun keadaan mereka, mereka bisa melakukan sesuatu untuk orang banyak (dalam lingkup masyarakat luas ataupun kecil).

karena sudah terlanjur ada kebiasaan memberitakan sesuatu yang biasa-biasa saja, lebih baik sekarang lebih peka pada sekecil apapun informasi yang mampu mendorongmu untuk maju.

kasihan juga kalau generasi serba instan dan bebal ini bertahan terlalu lama.
kita kan harus berani memberi nilai juga.
kalau bangsa maju, siapa juga yang menikmati? kita kan?(:

You Might Also Like

2 comments

followers

Subscribe