banci-banci bangsa?
8/10/2010 07:46:00 PM
saya menjadi 'BANCI' kemarin malam (ya, dengan capslock ON). setidaknya di pikiran si orang ini, saya banci, mentally.
*
timeline Twitter saya kemarin malam (09/08/2010) kebanyakan berupa reaksi terhadap oknum yang menghujat agama yang kebetulan minoritas di negara ini dengan mengatasnamakan agamanya (yang mayoritas). saya? adem ayem saja, karena kebetulan, penghujatan seperti itu sudah biasa saya terima. lagipula, ketika provokasi seperti itu ditanggapi, kita menjadikan dia selangkah lebih maju dalam upaya memecah belah.
ingat kata GusDur? "Tuhan tidak perlu dibela"!
nah, dengan berangkat dari kepercayaan untuk tidak "memberikan panggung" pada orang asal-asalan (seperti perkataan @ndorokakung) seperti itu, saya merasa harus bisa menghentikan teman-teman yang termakan hasutan si oknum yang meski sejujurnya bikin panas kuping itu.
salah satunya dengan menuliskan tweet:
"untuk semua, jangan mudah terprovokasi oleh omongan yang kita percayain enggak benar. jangan lawan kebencian dengan kebencian."
teman-teman setuju dan me-retweet.
berangkat dari tweet itu,
there was a stranger yang melempar pertanyaan mengagetkan:
"lalu kebencian dilawan dengan apa?"
refleks, saya berpikir, "lucu sekali, ada orang yang mempertanyakan hal demikian".saya mengasumsikan orang ini memiliki pemikiran untuk melawan kebencian dengan kebencian juga. entah, asumsinya muncul begitu saja.
dan karena waktu itu saya sedang dalam upaya untuk meredakan 'kepanasan' di timeline, saya memilih untuk menanggapi orang ini, dengan memberikan jawaban:
"it's funny you asked it. kebencian harusnya dilawan dengan hal lain yang lebih menunjukkan kemanusiaan, dengan bersandar pada akal budi dan nurani"
(ya, akal budi & nurani yang menurut saya membuat manusia menjadi lebih unggul dari spesies lain. selain itu, dengan menggunakan akal budi untuk membalas kebencian, saya pikir orang bisa belajar untuk tetap meletakkan potensi intelejensiya dalam segala bidang, dan nurani yang akan menyeimbangkan)
dan orang ini, tiba-tiba membalas demikian:
"@yellohelle not so funny like u think...have you ever think to stop writing n do speaking......And acting off course .. :D" (dengan tanpa mengubah sedikitpun ejaan)
saya:"i do believe words are more powerful than you can ever think. well. i do write. i do speak. and i do things. i do all of those things to share thoughts i have. why?"
dia:"words are more powerfull..yupp..napoleon pun lbih takut sm seorang jurnalis, dibandingkan sribu pasukan perang....but he still did war."
dan tweetnya ini bikin saya jengkel. lha wong ngomongnya ngalor ngidul gak jelas purposenya. akhirnya saya tanyai saja, maksud dan tujuan dia nge-tweet saya dari awal, "jadi skrng yg dipermasalahkan apa? sori gue agak kurang nangkep. lo suspect gue cuma bs ngomong doang di twitter, gitu?"
dan jawabannya? : "hahhaa....gpp...g cm mau tw jln pikiran lo aja.?keberatan.?!"
"not at all" ujar saya, dan dia tidak membalas.
didorong rasa penasaran, saya cek akun twitternya. tweet-tweet teratasnya memang mention-an ke twitter saya, dengan disisipi tweet-tweet seperti ini (tanpa pengeditan):
"Dunia maya memang hebat..semua bisa dilakukan...tp apa lo smua sadar...kadang ini smua bkin lo jd BANCI...!!!!yg cm skedar berani ngoceh.!!!
Yaa...kalian semua (yg mgkin) sering ngoceh dan sok frontal disini...apa pernah terpikir utk keluar dan hadapi kenyataan.!! Hebaatt"
(notice the 'BANCI' word? i did.)
membaca itu, saya kontan tertawa geli sekali.
ya saya sendiri merasa ditujukan dengan tweetnya tersebut, karena selain kebetulan kemarin teman-teman iseng bercanda mengatakan, "vote @yellohelle for president! tweetnya tokcer,!" saya memang menyadari kegencaran saya untuk menanamkan kepekaan teman-teman seusia saya melalui twitter akhir-akhir ini.
selain itu, ada tweetnya yang me-mention akun saya tapi tidak terbaca di mention,
"Tweet lo hebat...powerfull n inspiring...g tw lo pemikir dan kritis...dn mgkin lo jg tw, what should u do next.?"
barulah saya tangkap maksud pertanyaan si orang asing ini:
dia mensuspect saya hanya jago om-do di twitter, alias omong-doang.
*
saya sebenarnya lebih cenderung menyayangkan persepsinya yang terlalu picik (terlepas dari upaya memberi cap 'benar' atau 'salah')
kenapa?
selain fakta bahwa dia mengomentari keburukan orang tanpa me-mention, mempre-judge saya (yang memang tidak saling kenal dengan dia, sama sekali) , dia juga sudah terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan atas tujuan saya dalam mengupayakan tweet-tweet yang berkualitas.
jangan pikir saya asal tweet. i've learned. saya sekarang lebih suka berpikir lama untuk mengetweet daripada mengecewakan orang yang berharap mampu menemukan something inspiring on their timeline, sekecil apapun itu.
sayangnya, masih saja ada orang yang demikian.
makanya saya sebut generasi yang sedang kita hadapi ini adalah generasi bebal (dan tidak perlu saya beberkan panjang lebar kebebalannya).
bukan bermaksud menjadikan post ini sebagai pembelaan diri, saya lebih ingin dengan tulisan ini, orang-orang yang terlalu sering menganggap orang lain sok pintar untuk berhenti memagari diri supaya dapat belajar caranya belajar!
saya selalu mengatakan bahwa everyone's inspiring, karena everyone's not the same and the difference within is what makes humans lovely. dan semua orang, terutama orang muda dalam tahap pendewasaannya, harus menyadari hal itu.
terbukalah. berulang kali saya katakan, belajarlah untuk terbuka dengan tetap berpegang pada prinsip.
saya hanya merasa miris ketika pemikiran-pemikiran yang tersampaikan secara tertulis dan lisan (hanya dengan kata-kata), bukan hanya milik saya tapi juga orang-orang inspiring lainnya, dicap sebagai sesuatu yang 'lemah', yang 'banci', yang 'sia-sia'.
banyak yang hanya dengan kata-kata dan pemikiran, mampu membawa perubahan signifikan yang berguna bagi khalayak.
bukankah pemikiran adalah dasar dari segala tindakan nyata?
Bung Hatta dan para founding fathers, misalnya. atau Soe Hok Gie. atau Barack Obama yang melalui pidato-pidato hebatnya mampu membangun kepercayaan masyarakat Amerika dan dunia. dan bukankah seni berorasilah yang paling ditonjolkan pada jaman Romawi dulu? kisah Cicero dalam buku Imperium-nya Robert Harris sedikit banyak menyatakan demikian.
tidak perlu mengangkat tokoh-tokoh terkenal, melalui tulisan-tulisan teman-teman yang saya baca, mereka telah berhasil membuka paradigma baru bagi sesama generasi penerus.
sungguh amat disayangkan jika pemikiran mereka dicap tak lebih dari sekedar bual.
*
saya jadi ingat ketika berita penyerangan terhadap gereja di Bekasi kemarin ramai dibicarakan di Twitter, dan teman-teman banyak yang menghujat suatu ormas yang dituding sebagai pelaku. seorang teman me-retweet temannya, "gak usah bawel di twitter kalo gak bisa ngapa-ngapain!"
saya sebenarnya setuju dengan perkataan orang ini. kurang lebih mirip dengan yang diucapkan si stranger tadi kan?
tapi bukankah fungsi media sosial adalah untuk pertama-tama menyampaikan aspirasi pribadi (dengan tetap memperhatikan norma dan aturan berlaku)? perkara publik menyetujuinya atau tidak itu urusan belakangan.
bukankah semuanya sebenarnya lebih kembali pada diri kita masing-masing untuk memiliki kesadaran untuk juga melakukan tindakan nyata setelah menyampaikan pemikiran melalui kata-kata?
banyak pemikiran yang berasal dari akal budi dan nurani yang memberontak untuk bisa direalisir, terutama yang berkaitan dengan upaya perbaikan negeri. saya yakin.
seperti acara Sentilan Sentilun, misalnya. atau Provocative Proactive.
bukankah acara tersebut adalah salah satu upaya penyampaian aspirasi yang sekarang sulit sekali untuk bisa didengar?
apakah acara seperti itu contoh kebancian? keterbelakangan sekali yang memberi cap demikian pd acara secerdas itu!
ketika ada yang bertanya, "apa yg provocative proactive bisa lakukan untuk negara ini? hanya kritik saja?"
dijawabi dengan "Bersuara agar didengar, drpd diem aja merenungi nasib". saya luar biasa setuju!
ditambahi orang yang bertanya, "Hanya bersuara tanpa kontribusi?"
dan jawabannya, sebagaimana yang selama ini sedang saya pikirkan, "Hidup tu main peran bung, semua ada jatahnya. Gak bisa smua org jd dpr." true, eh?
semua orang punya peranan sendiri-sendiri.
ada yang memilih untuk menjadi penggerak dengan langsung bertindak, ada yang terlebih dahulu menyampaikan pemikirannya pada publik. tidak sedikit yang memang akhirnya hanya bergelut dalam 'perlawanan bawah tanah' (menggunakan istilah 'klandestin' aktivis '98), berjuang dalam menyampaikan aspirasi dalam kelompok-kelompok studi (seperti pembahasan di balik pembahasan?) tanpa harus langsung pasang badan untuk melawan.
ada pilihan yang disajikan pada manusia. dan kesemuanya 'baik' secara subyektif, dengan melihat kapasitas diri masing-masing.
jadi ketika ada orang yang memberi cap 'banci' pada para pemikir yang aspiratif dalam mengupayakan perbaikan di lingkungannya, saya menganggap dia sebagai orang yang kelewat picik, yang terlalu angkuh untuk menyisakan waktu untuk belajar dari orang lain. begitu pun mereka yang lebih memilih memandang 'hebat' hanya pada orang-orang yang 'muncul di layar'. sama pendeknya pemikirannya.
sebelum bertindak, setiap orang harus berangkat dari pemikiran terlebih dahulu, jika tidak, yang dia perbuat tak lebih dari sekedar kesia-siaan. jadi betapa konyolnya jika mereka pikir, orang yang perannya menonjol sudah pasti yang menjadi 'arsitek' gerakannya.
dan dalam proses penglahiran pemikiran itu, si pemikir (seorang jurnalis, kritikus, orator, atau apapun) saya yakini telah berangkat juga dari tindakan nyata! tindakan nyata yang dia lakukan dan alamilah yang akhirnya melahirkan buah pikir yang aspiratif, inspiratif, tajam, dan menggugah. namun karena sifat tindakan nyatanya ada di belakang layar, orang-orang berpikiran sempit lebih langsung mengecap mereka 'banci' karena hanya bisa berkata-kata tanpa bertindak.
betapa mengerikannya jika orang-orang muda berpikir demikian! entah chaos semacam apa yang kita sedang masuki dengan membawa orang-orang bebal ini turut ke dalamnya.
tidak, saya tidak dalam momen mendendam. saya hanya... geram? well, saya belum berpikir sebagai seorang angry young man (istilah SHG).
*
dan saya pikir, saya bukan satu-satunya yang disarkastikkan oleh orang yang tidak dikenal (yang dalam ketidaktahuannya, telah membiarkan ego mengambil alih untuk melahirkan prejudice -- yang salah), satu hal yang ingin saya ingatkan when you get bothered by what the others say: calm down, buddies!
people have their rights to tell things, and you have you own rights to do ONLY the right things!
dikatakan mentalmu adalah mental banci? calm down! tetaplah pada path mu dalam memberikan aspirasi jika keyakinanmu mengatakan you've been doing the right thing!
menurut saya, jauh lebih baik untuk melahirkan perkataan dan pemikiran yang inspiratif,impulsif, provokatif (dengan tujuan perbaikan) daripada hanya diam menonton tanpa sedikit pun berpikir untuk memberi dorongan pada diri sendiri untuk memulai sesuatu.
justru banci-lah mereka yang hanya bisa menutupi diri dari proses pendewasaan, yang enggan terlebih dahulu belajar caranya belajar, yang hanya mampu (dan hanya mau) melihat sisi jelek dari lingkungannya tanpa mau mengambil pelajaran atau dorongan untuk mengubah.
no offense, tapi memang demikian pandangan saya pada mereka yang terlalu picik, terlalu bebal.
this nation needs to be healed. dan kita, dalam usia kita ini, sedang dipersiapkan untuk menuju 'penyembuhan' itu (keyakinan saya begitu), dengan peran apapun kita akan ditempatkan nanti.
well, seperti yang tergambarkan melalui makna nama saya, saya memilih untuk menyisipkan kutipan:
"i am a seeker of knowledge, and i have learned many things in my life.
i am also a keeper of knowledge - meaning i don't spill secrets or spread gossip.
People sometimes think i'm snobby or aloof, but i'm just too deep in thought to pay attention to them."
*
timeline Twitter saya kemarin malam (09/08/2010) kebanyakan berupa reaksi terhadap oknum yang menghujat agama yang kebetulan minoritas di negara ini dengan mengatasnamakan agamanya (yang mayoritas). saya? adem ayem saja, karena kebetulan, penghujatan seperti itu sudah biasa saya terima. lagipula, ketika provokasi seperti itu ditanggapi, kita menjadikan dia selangkah lebih maju dalam upaya memecah belah.
ingat kata GusDur? "Tuhan tidak perlu dibela"!
nah, dengan berangkat dari kepercayaan untuk tidak "memberikan panggung" pada orang asal-asalan (seperti perkataan @ndorokakung) seperti itu, saya merasa harus bisa menghentikan teman-teman yang termakan hasutan si oknum yang meski sejujurnya bikin panas kuping itu.
salah satunya dengan menuliskan tweet:
"untuk semua, jangan mudah terprovokasi oleh omongan yang kita percayain enggak benar. jangan lawan kebencian dengan kebencian."
teman-teman setuju dan me-retweet.
berangkat dari tweet itu,
there was a stranger yang melempar pertanyaan mengagetkan:
"lalu kebencian dilawan dengan apa?"
refleks, saya berpikir, "lucu sekali, ada orang yang mempertanyakan hal demikian".saya mengasumsikan orang ini memiliki pemikiran untuk melawan kebencian dengan kebencian juga. entah, asumsinya muncul begitu saja.
dan karena waktu itu saya sedang dalam upaya untuk meredakan 'kepanasan' di timeline, saya memilih untuk menanggapi orang ini, dengan memberikan jawaban:
"it's funny you asked it. kebencian harusnya dilawan dengan hal lain yang lebih menunjukkan kemanusiaan, dengan bersandar pada akal budi dan nurani"
(ya, akal budi & nurani yang menurut saya membuat manusia menjadi lebih unggul dari spesies lain. selain itu, dengan menggunakan akal budi untuk membalas kebencian, saya pikir orang bisa belajar untuk tetap meletakkan potensi intelejensiya dalam segala bidang, dan nurani yang akan menyeimbangkan)
dan orang ini, tiba-tiba membalas demikian:
"@yellohelle not so funny like u think...have you ever think to stop writing n do speaking......And acting off course .. :D" (dengan tanpa mengubah sedikitpun ejaan)
saya:"i do believe words are more powerful than you can ever think. well. i do write. i do speak. and i do things. i do all of those things to share thoughts i have. why?"
dia:"words are more powerfull..yupp..napoleon pun lbih takut sm seorang jurnalis, dibandingkan sribu pasukan perang....but he still did war."
dan tweetnya ini bikin saya jengkel. lha wong ngomongnya ngalor ngidul gak jelas purposenya. akhirnya saya tanyai saja, maksud dan tujuan dia nge-tweet saya dari awal, "jadi skrng yg dipermasalahkan apa? sori gue agak kurang nangkep. lo suspect gue cuma bs ngomong doang di twitter, gitu?"
dan jawabannya? : "hahhaa....gpp...g cm mau tw jln pikiran lo aja.?keberatan.?!"
"not at all" ujar saya, dan dia tidak membalas.
didorong rasa penasaran, saya cek akun twitternya. tweet-tweet teratasnya memang mention-an ke twitter saya, dengan disisipi tweet-tweet seperti ini (tanpa pengeditan):
"Dunia maya memang hebat..semua bisa dilakukan...tp apa lo smua sadar...kadang ini smua bkin lo jd BANCI...!!!!yg cm skedar berani ngoceh.!!!
Yaa...kalian semua (yg mgkin) sering ngoceh dan sok frontal disini...apa pernah terpikir utk keluar dan hadapi kenyataan.!! Hebaatt"
(notice the 'BANCI' word? i did.)
membaca itu, saya kontan tertawa geli sekali.
ya saya sendiri merasa ditujukan dengan tweetnya tersebut, karena selain kebetulan kemarin teman-teman iseng bercanda mengatakan, "vote @yellohelle for president! tweetnya tokcer,!" saya memang menyadari kegencaran saya untuk menanamkan kepekaan teman-teman seusia saya melalui twitter akhir-akhir ini.
selain itu, ada tweetnya yang me-mention akun saya tapi tidak terbaca di mention,
"Tweet lo hebat...powerfull n inspiring...g tw lo pemikir dan kritis...dn mgkin lo jg tw, what should u do next.?"
barulah saya tangkap maksud pertanyaan si orang asing ini:
dia mensuspect saya hanya jago om-do di twitter, alias omong-doang.
*
saya sebenarnya lebih cenderung menyayangkan persepsinya yang terlalu picik (terlepas dari upaya memberi cap 'benar' atau 'salah')
kenapa?
selain fakta bahwa dia mengomentari keburukan orang tanpa me-mention, mempre-judge saya (yang memang tidak saling kenal dengan dia, sama sekali) , dia juga sudah terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan atas tujuan saya dalam mengupayakan tweet-tweet yang berkualitas.
jangan pikir saya asal tweet. i've learned. saya sekarang lebih suka berpikir lama untuk mengetweet daripada mengecewakan orang yang berharap mampu menemukan something inspiring on their timeline, sekecil apapun itu.
sayangnya, masih saja ada orang yang demikian.
makanya saya sebut generasi yang sedang kita hadapi ini adalah generasi bebal (dan tidak perlu saya beberkan panjang lebar kebebalannya).
bukan bermaksud menjadikan post ini sebagai pembelaan diri, saya lebih ingin dengan tulisan ini, orang-orang yang terlalu sering menganggap orang lain sok pintar untuk berhenti memagari diri supaya dapat belajar caranya belajar!
saya selalu mengatakan bahwa everyone's inspiring, karena everyone's not the same and the difference within is what makes humans lovely. dan semua orang, terutama orang muda dalam tahap pendewasaannya, harus menyadari hal itu.
terbukalah. berulang kali saya katakan, belajarlah untuk terbuka dengan tetap berpegang pada prinsip.
saya hanya merasa miris ketika pemikiran-pemikiran yang tersampaikan secara tertulis dan lisan (hanya dengan kata-kata), bukan hanya milik saya tapi juga orang-orang inspiring lainnya, dicap sebagai sesuatu yang 'lemah', yang 'banci', yang 'sia-sia'.
banyak yang hanya dengan kata-kata dan pemikiran, mampu membawa perubahan signifikan yang berguna bagi khalayak.
bukankah pemikiran adalah dasar dari segala tindakan nyata?
Bung Hatta dan para founding fathers, misalnya. atau Soe Hok Gie. atau Barack Obama yang melalui pidato-pidato hebatnya mampu membangun kepercayaan masyarakat Amerika dan dunia. dan bukankah seni berorasilah yang paling ditonjolkan pada jaman Romawi dulu? kisah Cicero dalam buku Imperium-nya Robert Harris sedikit banyak menyatakan demikian.
tidak perlu mengangkat tokoh-tokoh terkenal, melalui tulisan-tulisan teman-teman yang saya baca, mereka telah berhasil membuka paradigma baru bagi sesama generasi penerus.
sungguh amat disayangkan jika pemikiran mereka dicap tak lebih dari sekedar bual.
*
saya jadi ingat ketika berita penyerangan terhadap gereja di Bekasi kemarin ramai dibicarakan di Twitter, dan teman-teman banyak yang menghujat suatu ormas yang dituding sebagai pelaku. seorang teman me-retweet temannya, "gak usah bawel di twitter kalo gak bisa ngapa-ngapain!"
saya sebenarnya setuju dengan perkataan orang ini. kurang lebih mirip dengan yang diucapkan si stranger tadi kan?
tapi bukankah fungsi media sosial adalah untuk pertama-tama menyampaikan aspirasi pribadi (dengan tetap memperhatikan norma dan aturan berlaku)? perkara publik menyetujuinya atau tidak itu urusan belakangan.
bukankah semuanya sebenarnya lebih kembali pada diri kita masing-masing untuk memiliki kesadaran untuk juga melakukan tindakan nyata setelah menyampaikan pemikiran melalui kata-kata?
banyak pemikiran yang berasal dari akal budi dan nurani yang memberontak untuk bisa direalisir, terutama yang berkaitan dengan upaya perbaikan negeri. saya yakin.
seperti acara Sentilan Sentilun, misalnya. atau Provocative Proactive.
bukankah acara tersebut adalah salah satu upaya penyampaian aspirasi yang sekarang sulit sekali untuk bisa didengar?
apakah acara seperti itu contoh kebancian? keterbelakangan sekali yang memberi cap demikian pd acara secerdas itu!
ketika ada yang bertanya, "apa yg provocative proactive bisa lakukan untuk negara ini? hanya kritik saja?"
dijawabi dengan "Bersuara agar didengar, drpd diem aja merenungi nasib". saya luar biasa setuju!
ditambahi orang yang bertanya, "Hanya bersuara tanpa kontribusi?"
dan jawabannya, sebagaimana yang selama ini sedang saya pikirkan, "Hidup tu main peran bung, semua ada jatahnya. Gak bisa smua org jd dpr." true, eh?
semua orang punya peranan sendiri-sendiri.
ada yang memilih untuk menjadi penggerak dengan langsung bertindak, ada yang terlebih dahulu menyampaikan pemikirannya pada publik. tidak sedikit yang memang akhirnya hanya bergelut dalam 'perlawanan bawah tanah' (menggunakan istilah 'klandestin' aktivis '98), berjuang dalam menyampaikan aspirasi dalam kelompok-kelompok studi (seperti pembahasan di balik pembahasan?) tanpa harus langsung pasang badan untuk melawan.
ada pilihan yang disajikan pada manusia. dan kesemuanya 'baik' secara subyektif, dengan melihat kapasitas diri masing-masing.
jadi ketika ada orang yang memberi cap 'banci' pada para pemikir yang aspiratif dalam mengupayakan perbaikan di lingkungannya, saya menganggap dia sebagai orang yang kelewat picik, yang terlalu angkuh untuk menyisakan waktu untuk belajar dari orang lain. begitu pun mereka yang lebih memilih memandang 'hebat' hanya pada orang-orang yang 'muncul di layar'. sama pendeknya pemikirannya.
sebelum bertindak, setiap orang harus berangkat dari pemikiran terlebih dahulu, jika tidak, yang dia perbuat tak lebih dari sekedar kesia-siaan. jadi betapa konyolnya jika mereka pikir, orang yang perannya menonjol sudah pasti yang menjadi 'arsitek' gerakannya.
dan dalam proses penglahiran pemikiran itu, si pemikir (seorang jurnalis, kritikus, orator, atau apapun) saya yakini telah berangkat juga dari tindakan nyata! tindakan nyata yang dia lakukan dan alamilah yang akhirnya melahirkan buah pikir yang aspiratif, inspiratif, tajam, dan menggugah. namun karena sifat tindakan nyatanya ada di belakang layar, orang-orang berpikiran sempit lebih langsung mengecap mereka 'banci' karena hanya bisa berkata-kata tanpa bertindak.
betapa mengerikannya jika orang-orang muda berpikir demikian! entah chaos semacam apa yang kita sedang masuki dengan membawa orang-orang bebal ini turut ke dalamnya.
tidak, saya tidak dalam momen mendendam. saya hanya... geram? well, saya belum berpikir sebagai seorang angry young man (istilah SHG).
*
dan saya pikir, saya bukan satu-satunya yang disarkastikkan oleh orang yang tidak dikenal (yang dalam ketidaktahuannya, telah membiarkan ego mengambil alih untuk melahirkan prejudice -- yang salah), satu hal yang ingin saya ingatkan when you get bothered by what the others say: calm down, buddies!
people have their rights to tell things, and you have you own rights to do ONLY the right things!
dikatakan mentalmu adalah mental banci? calm down! tetaplah pada path mu dalam memberikan aspirasi jika keyakinanmu mengatakan you've been doing the right thing!
menurut saya, jauh lebih baik untuk melahirkan perkataan dan pemikiran yang inspiratif,impulsif, provokatif (dengan tujuan perbaikan) daripada hanya diam menonton tanpa sedikit pun berpikir untuk memberi dorongan pada diri sendiri untuk memulai sesuatu.
justru banci-lah mereka yang hanya bisa menutupi diri dari proses pendewasaan, yang enggan terlebih dahulu belajar caranya belajar, yang hanya mampu (dan hanya mau) melihat sisi jelek dari lingkungannya tanpa mau mengambil pelajaran atau dorongan untuk mengubah.
no offense, tapi memang demikian pandangan saya pada mereka yang terlalu picik, terlalu bebal.
this nation needs to be healed. dan kita, dalam usia kita ini, sedang dipersiapkan untuk menuju 'penyembuhan' itu (keyakinan saya begitu), dengan peran apapun kita akan ditempatkan nanti.
well, seperti yang tergambarkan melalui makna nama saya, saya memilih untuk menyisipkan kutipan:
"i am a seeker of knowledge, and i have learned many things in my life.
i am also a keeper of knowledge - meaning i don't spill secrets or spread gossip.
People sometimes think i'm snobby or aloof, but i'm just too deep in thought to pay attention to them."
3 comments
your words were...brave. (:
ReplyDeletethank you danny(: well.. you unconsciously taught me.
ReplyDeleteseriously :p
Person me = new Visitor();
ReplyDeletePost thisPost = new Post();
me.addToFavorite(thisPost);
me.shout(" 'Stand up for what you believe in, even if you're standing alone.' XD" );
System.out.println(“BTW, nice post. Love it! haha”);