Ksatria - ksatria angkuh
7/03/2010 11:13:00 AM
Saya merasa tenggelam (atau ditenggelamkan?) dalam keterasingan di waktu-waktu tertentu belakangan ini. Mungkin saya yang terlanjur terbiasa merumitkan pikiran saya sendiri tentang pandangan orang lain. Pandangan, yang merujuk pada penilaian; dan pandangan, dalam bagaimana saya akan menilai mata mereka.
Saya akui saya telah melakukan sebuah kesalahan, sebuah kesembronoan (yang sepertinya disebabkan oleh over-excitement, yang memicu ketergesa-gesaan dalam bertindak). Pengakuan telah saya sampaikan dengan hormat, bukan sekedar sebuah formalitas, tapi lebih pada membangun kualitas diri yang lebih baik. Dan permintaan maaf? Saya telah ajukan juga dengan berangkat pada keyakinan bahwa ia adalah kunci dalam memperbaiki pandangan yang terlanjur salah, yang saya yakini telah mereka hadapkan di depan diri saya, menghalangi saya yang 'benar' dilihat oleh mereka (dan kawan).
Dan faktor waktu, saya kira juga akan membantu dalam pengembalian image saya di mata mereka, namun sayangnya, saya selalu salah dalam menilai intergritas mereka. Menyedihkankah saya?
Lalu, sebuah kebetulan (akhirnya) 'memaksakan' saya untuk berhubungan dengan orang-orang tersebut, lagi. Dan kali ini, dengan menyempitnya jarak antara mata mereka dengan mata saya ternyata semakin menjauhkan jarak hati saya dengan hati mereka.
Sudah saya katakan berulang kali bahwa saya pandai membaca mata, saya pandai menerka (dan menghadirkan terkaan yang tepat). Mata mereka, yang saya tangkap, telah dengan gaharnya menjalari penampilan luar saya. Mereka mengintimidasi saya dalam hening mereka.
Saya gelisah. Mereka gencar melabeli saya, dengan salah.
Lemahkah saya untuk tidak membela diri sendiri?
Saya merasa intimidasi yang demikian memang harusnya mendatangkan kegelisahan, dalam ukuran manusia normal. Mereka sudah jelas-jelas mendiskreditkan saya, mencegah saya mengambil bagian dalam mereka (yang pada awalnya begitu ramai bicara tentang kekeluargaan, profesionalitas , dan kebersamaan yang tidak memandang perbedaan).
Saya, dan seperti kawan yang lain, bisa saja tertarik dengan ide-ide pengembangan yang mereka ajukan. Saya bisa saja memiliki keinginan untuk menjadi bagian dalam kreativitas mereka. Namun saya terlanjur diasingkan.
Namun pikiran untuk memohon belas kasih untuk sepenuhnya 'mengampuni' saya atas kesalahan di masa lalu saya, nampak jadi begitu konyol, meski ide itu sendiri datangnya dari kepala ini.
Jika memang keheningan bisa memenangkan kelegaan saya, maka keheningan pula yang harusnya bisa membela saya waktu itu. Dan sepertinya memang lebih baik daripada harus menjadi kelewat vokal, jelas-jelas menantang dan menuding superioritas mereka, yang pasti semakin menghancurkan sisi baik saya yang sudah terlanjur hanya tersisa sedikit di hati mereka.
Saya menyedihkan. Mereka mengerikan.
Mungkin akan lebih baik untuk memunculkan rasa kasihan pada diri sendiri. Namun hal yang merendahkan diri sendiri dan tak mengubah apa-apa seperti itu apa bagusnya dilakukan?
Lagi, teringat perkataan yang (secara kebetulan) tepat untuk saya sampaikan pada diri sendiri.
Wayne Dyer membangunkan saya dari keibaan atas keterasingan yang mereka timpakan:
"How people treat you is their karma; how you react is yours"
Jika mereka memang hanya mau mengenal saya hanya sebatas saya yang jelek, saya yang telah melakukan kesalahan yang mengganggu mereka di masa lalu, akan saya biarkan. Karena saya telah berusaha menghadirkan saya yang baik dengan permintaan maaf dan penyesalan atas hal yang sama sekali tidak saya tujukan untuk menimpakan kejelekan atas mereka.
Saya ingat lagu di masa kecil, sebuah lagu dari film Petualangan Sherina,
"Setiap manusia di dunia pasti pernah sakit hati, tapi hanya yang berjiwa ksatria yang mau memaafkan"
Mereka, sebenarnya telah menjadi ksatria bagi saya di awal saya tahu tentang mereka: ide-ide, perkataan, kegiatan, pemikiran, dan pandangan, serta profesionalitas, yang mendatangkan rasa hormat dari saya.... Sebelum mereka menghancurkan image mereka sendiri dengan menghancurkan ketulusan permohonan maaf dan penyesalan saya.
Dan sekarang pun mereka sebenarnya masih menjadi ksatria dengan hal-hal luar biasa yang mereka lakukan. Sayangnya, mereka mengambil keputusan yang salah dengan menjadi ksatria-ksatria yang angkuh.
Saya akui saya telah melakukan sebuah kesalahan, sebuah kesembronoan (yang sepertinya disebabkan oleh over-excitement, yang memicu ketergesa-gesaan dalam bertindak). Pengakuan telah saya sampaikan dengan hormat, bukan sekedar sebuah formalitas, tapi lebih pada membangun kualitas diri yang lebih baik. Dan permintaan maaf? Saya telah ajukan juga dengan berangkat pada keyakinan bahwa ia adalah kunci dalam memperbaiki pandangan yang terlanjur salah, yang saya yakini telah mereka hadapkan di depan diri saya, menghalangi saya yang 'benar' dilihat oleh mereka (dan kawan).
Dan faktor waktu, saya kira juga akan membantu dalam pengembalian image saya di mata mereka, namun sayangnya, saya selalu salah dalam menilai intergritas mereka. Menyedihkankah saya?
Lalu, sebuah kebetulan (akhirnya) 'memaksakan' saya untuk berhubungan dengan orang-orang tersebut, lagi. Dan kali ini, dengan menyempitnya jarak antara mata mereka dengan mata saya ternyata semakin menjauhkan jarak hati saya dengan hati mereka.
Sudah saya katakan berulang kali bahwa saya pandai membaca mata, saya pandai menerka (dan menghadirkan terkaan yang tepat). Mata mereka, yang saya tangkap, telah dengan gaharnya menjalari penampilan luar saya. Mereka mengintimidasi saya dalam hening mereka.
Saya gelisah. Mereka gencar melabeli saya, dengan salah.
Lemahkah saya untuk tidak membela diri sendiri?
Saya merasa intimidasi yang demikian memang harusnya mendatangkan kegelisahan, dalam ukuran manusia normal. Mereka sudah jelas-jelas mendiskreditkan saya, mencegah saya mengambil bagian dalam mereka (yang pada awalnya begitu ramai bicara tentang kekeluargaan, profesionalitas , dan kebersamaan yang tidak memandang perbedaan).
Saya, dan seperti kawan yang lain, bisa saja tertarik dengan ide-ide pengembangan yang mereka ajukan. Saya bisa saja memiliki keinginan untuk menjadi bagian dalam kreativitas mereka. Namun saya terlanjur diasingkan.
Namun pikiran untuk memohon belas kasih untuk sepenuhnya 'mengampuni' saya atas kesalahan di masa lalu saya, nampak jadi begitu konyol, meski ide itu sendiri datangnya dari kepala ini.
Jika memang keheningan bisa memenangkan kelegaan saya, maka keheningan pula yang harusnya bisa membela saya waktu itu. Dan sepertinya memang lebih baik daripada harus menjadi kelewat vokal, jelas-jelas menantang dan menuding superioritas mereka, yang pasti semakin menghancurkan sisi baik saya yang sudah terlanjur hanya tersisa sedikit di hati mereka.
Saya menyedihkan. Mereka mengerikan.
Mungkin akan lebih baik untuk memunculkan rasa kasihan pada diri sendiri. Namun hal yang merendahkan diri sendiri dan tak mengubah apa-apa seperti itu apa bagusnya dilakukan?
Lagi, teringat perkataan yang (secara kebetulan) tepat untuk saya sampaikan pada diri sendiri.
Wayne Dyer membangunkan saya dari keibaan atas keterasingan yang mereka timpakan:
"How people treat you is their karma; how you react is yours"
Jika mereka memang hanya mau mengenal saya hanya sebatas saya yang jelek, saya yang telah melakukan kesalahan yang mengganggu mereka di masa lalu, akan saya biarkan. Karena saya telah berusaha menghadirkan saya yang baik dengan permintaan maaf dan penyesalan atas hal yang sama sekali tidak saya tujukan untuk menimpakan kejelekan atas mereka.
Saya ingat lagu di masa kecil, sebuah lagu dari film Petualangan Sherina,
"Setiap manusia di dunia pasti pernah sakit hati, tapi hanya yang berjiwa ksatria yang mau memaafkan"
Mereka, sebenarnya telah menjadi ksatria bagi saya di awal saya tahu tentang mereka: ide-ide, perkataan, kegiatan, pemikiran, dan pandangan, serta profesionalitas, yang mendatangkan rasa hormat dari saya.... Sebelum mereka menghancurkan image mereka sendiri dengan menghancurkan ketulusan permohonan maaf dan penyesalan saya.
Dan sekarang pun mereka sebenarnya masih menjadi ksatria dengan hal-hal luar biasa yang mereka lakukan. Sayangnya, mereka mengambil keputusan yang salah dengan menjadi ksatria-ksatria yang angkuh.

0 comments