(hanya enggan dijabarkan saja obyeknya)
7/20/2010 11:27:00 PM
saya mulai berpikir untuk meneguhkan hati saja; untuk hanya berjalan beriringan dengan orang-orang yang sekiranya sejalan dengan saya.
bukan bermaksud mengeksklusifkan diri, tapi memang ada hati yang tak bisa dibohongi.
saya mengerti perbedaan dan saya mencintainya; namun untuk turut ambil bagian dalam idealisme yang tidak bisa saya tolerir lalu bergerumul sendiri dalam kebencian terpendam? lebih baik saya berpura apatis lalu menyibukkan diri bersama orang-orang yang memang bisa membantu saya berkembang, dan sekaligus mampu mengikutsertakan saya dalam upaya pengembangan diri dan pencapaian visi mereka juga.
sudah cukup orang-orang yang gila hormat bercokol dalam kepopuleran yang menipu, yang terus-menerus menggunakan dalih-dalih intelektualitas.
mereka memperkosa integritas dan intelejensi orang-orang yang sebenarnya memiliki kualitas untuk jadi 'mereka-yang-patut-diandalkan'.
seorang yang berani mengaku dirinya intelek harus berani bertindak dengan berangkat tak hanya dari bekal-bekal pengetahuannya namun juga dari pemahaman moral dan etika; terutama dalam bagaimana ia mampu menundukkan emosi, bukan menjadi budak yang dipermalukan oleh reaksi yang tergesa-gesa.
tidakkah menyedihkan (dan cenderung memalukan) melihat beberapa dari mereka yang memangku kredibilitas namun jatuh karena kesombongan, gila hormat seperti yang saya bilang tadi;
atau secara mudah diprovokasi karena terlanjur berpegang pada subyektivitas, bukan obyektivitas;
atau juga yang secara terang-terangan membela diri atas perendahan yang dilakukan orang (yang sebenarnya mereka tahu bahwa si penghina hanya mampu bermodal hujat bukan tindakan) dengan jalan melakukan hasutan pada kawan-kawannya untuk mendukung dia, lalu melakukan bullying (fisik ataupun verbal) pada si penghina. mereka hanya sedang menurunkan derajatnya sendiri. ya setidaknya di mata saya demikian.
lingkup orang-orang demikianlah yang membuat saya takut akan kegamangan persepsi saya tentang integritas orang intelek (kaum intelek seharusnya merajuk ke mahasiswa juga kan, salah satunya?). ketika menyadari betapa mudahnya saya berupaya untuk menyatu dengan situasi dimana saya ditempatkan, maka saya akhirnya memilih untuk cukup 'menjebakkan' diri dalam lingkaran orang-orang yang setidaknya menjauhkan saya dari kerancuan akan kekuasaan, popularitas, respek, dan hal-hal yang berpotensi menjadi sesuatu yang destruktif lainnya.
terkadang saya hanya ingin sendiri. sendiri.
lalu menjatuhkan diri dalam lingkungan orang-orang yang dikucilkan dan disepelekan, yang terhujam oleh oknum-oknum intelek-populer-palsu, lalu menyadarkan mereka bahwa untuk dihargai, mereka tak hanya harus menghargai tapi juga memperjuangkan kualitas diri yang 'bersih'. mereka yang saya panggil 'oknum' tadi juga menyadari itu, membangun kualitas diri telah dengan cara yang bersih namun akhirnya menggunakan label-label kualitas untuk membangun sesuatu yang kurang tepat di mata saya.
saya hanya ingin menjadi sederhana dan tak terlihat, namun mampu ikut serta dalam 'ajang pamer' kualitas ini.
kadang saya pikir mustahil juga, tapi ya.. bukankah sudah banyak bukti nyata bagaimana 'peninggian' akan diri seseorang telah lebih cenderung menghancurkan dirinya sendiri bukannya membangun?
saya hanya enggan membohongi hati saya sendiri. enggan melihat lebih banyak lagi yang terjebak dalam kebencian namun secara terpaksa menguncinya dalam hati karena rasa takut, lalu jadi gila sendiri.
saya hanya enggan menjadi satu dari mereka.
mungkin ini perkara persepsi subyektif saya sendiri.
saya hanya sedang ingin mengendurkan rasa bersalah yang muncul atas suara-suara yang menerus membelokkan saya pada jalur apatisme (dalam kapasitas saya yang sebenarnya adalah bagian dari mereka juga; yang harusnya ambil bagian dalam misi-misi mereka juga).
saya takut juga pada jahatnya kata-kata mampu bertindak.
bukan bermaksud mengeksklusifkan diri, tapi memang ada hati yang tak bisa dibohongi.
saya mengerti perbedaan dan saya mencintainya; namun untuk turut ambil bagian dalam idealisme yang tidak bisa saya tolerir lalu bergerumul sendiri dalam kebencian terpendam? lebih baik saya berpura apatis lalu menyibukkan diri bersama orang-orang yang memang bisa membantu saya berkembang, dan sekaligus mampu mengikutsertakan saya dalam upaya pengembangan diri dan pencapaian visi mereka juga.
sudah cukup orang-orang yang gila hormat bercokol dalam kepopuleran yang menipu, yang terus-menerus menggunakan dalih-dalih intelektualitas.
mereka memperkosa integritas dan intelejensi orang-orang yang sebenarnya memiliki kualitas untuk jadi 'mereka-yang-patut-diandalkan'.
seorang yang berani mengaku dirinya intelek harus berani bertindak dengan berangkat tak hanya dari bekal-bekal pengetahuannya namun juga dari pemahaman moral dan etika; terutama dalam bagaimana ia mampu menundukkan emosi, bukan menjadi budak yang dipermalukan oleh reaksi yang tergesa-gesa.
tidakkah menyedihkan (dan cenderung memalukan) melihat beberapa dari mereka yang memangku kredibilitas namun jatuh karena kesombongan, gila hormat seperti yang saya bilang tadi;
atau secara mudah diprovokasi karena terlanjur berpegang pada subyektivitas, bukan obyektivitas;
atau juga yang secara terang-terangan membela diri atas perendahan yang dilakukan orang (yang sebenarnya mereka tahu bahwa si penghina hanya mampu bermodal hujat bukan tindakan) dengan jalan melakukan hasutan pada kawan-kawannya untuk mendukung dia, lalu melakukan bullying (fisik ataupun verbal) pada si penghina. mereka hanya sedang menurunkan derajatnya sendiri. ya setidaknya di mata saya demikian.
lingkup orang-orang demikianlah yang membuat saya takut akan kegamangan persepsi saya tentang integritas orang intelek (kaum intelek seharusnya merajuk ke mahasiswa juga kan, salah satunya?). ketika menyadari betapa mudahnya saya berupaya untuk menyatu dengan situasi dimana saya ditempatkan, maka saya akhirnya memilih untuk cukup 'menjebakkan' diri dalam lingkaran orang-orang yang setidaknya menjauhkan saya dari kerancuan akan kekuasaan, popularitas, respek, dan hal-hal yang berpotensi menjadi sesuatu yang destruktif lainnya.
terkadang saya hanya ingin sendiri. sendiri.
lalu menjatuhkan diri dalam lingkungan orang-orang yang dikucilkan dan disepelekan, yang terhujam oleh oknum-oknum intelek-populer-palsu, lalu menyadarkan mereka bahwa untuk dihargai, mereka tak hanya harus menghargai tapi juga memperjuangkan kualitas diri yang 'bersih'. mereka yang saya panggil 'oknum' tadi juga menyadari itu, membangun kualitas diri telah dengan cara yang bersih namun akhirnya menggunakan label-label kualitas untuk membangun sesuatu yang kurang tepat di mata saya.
saya hanya ingin menjadi sederhana dan tak terlihat, namun mampu ikut serta dalam 'ajang pamer' kualitas ini.
kadang saya pikir mustahil juga, tapi ya.. bukankah sudah banyak bukti nyata bagaimana 'peninggian' akan diri seseorang telah lebih cenderung menghancurkan dirinya sendiri bukannya membangun?
saya hanya enggan membohongi hati saya sendiri. enggan melihat lebih banyak lagi yang terjebak dalam kebencian namun secara terpaksa menguncinya dalam hati karena rasa takut, lalu jadi gila sendiri.
Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. (Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain.) Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
(Soe Hok Gie)
saya hanya enggan menjadi satu dari mereka.
mungkin ini perkara persepsi subyektif saya sendiri.
saya hanya sedang ingin mengendurkan rasa bersalah yang muncul atas suara-suara yang menerus membelokkan saya pada jalur apatisme (dalam kapasitas saya yang sebenarnya adalah bagian dari mereka juga; yang harusnya ambil bagian dalam misi-misi mereka juga).
saya takut juga pada jahatnya kata-kata mampu bertindak.
0 comments