tentang pikiran bangsa jajahan:

4/03/2016 12:46:00 AM

 — dari Kekerasan dan Identitas-nya Amartya Sen (terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh Arif Susanto, diterbitkan kedua kalinya oleh Marjin Kiri pada 2016), dalam sub-bab "Dialektika Pikiran Bangsa Jajahan":

"[...] cakrawala sempit pikiran kaum terjajah serta obsesinya pada Barat—baik berupa kebencian maupun kekaguman—mesti diatasi. Tidak masuk akal memandang seseorang semata sebagai orang yang telah (atau yang leluhurnya telah) diperdaya atau diperlakukan secara tak patut oleh para kolonialis, betapa pun identifikasi itu mungkin benar.

Tak dapat dipungkiri, ada kalanya diagnosa macam itu relevan dengan kenyataan. Bila kita lihat terus berlanjutnya ketimpangan kolonial dalam bentuk yang berbeda di masa kini—istilah "neokolonialisme" sering dipakai untuk menyebutnya—dan kuatnya godaan untuk menyanjung-nyenjung bagusnya tatanan di masa penjajahan, maka diagnosa macam itu memang akan sering timbul. Namun, menjalani hidup dengan penuh dendam terhadap inferioritas paksaan dari sejarah masa lalu, sampai-sampai dendam tersebut mendominasi prioritas hidup seseorang di masa kini, jelas merupakan sikap yang tak adil pada diri sendiri. Hal ini juga bisa mengalihkan perhatian dari berbagai tujuan lain dari masa kolonial yang patut untuk dihargai dan diteladani pada masa kini.

Sesungguhnya, pikiran kaum terjajah terobsesi secara parasitik pada relasi tak nyata dengan kekuasaan kolonial. Meski dampak dari obsesi macam itu bisa muncul dalam berbagai bentuk, namun pandangan bahwa segala hal bergantung pada penjajahan sulit untuk bisa dijadikan landasan yang tepat untuk memahami diri sendiri. Sebagaimana akan saya jelaskan, "persepsi-diri reaktif" macam ini bisa berdampak luas bagi berbagai persoalan kontemporer. Dampak tersebut antara lain (1) mendorong sikap permusuhan yang tak perlu terhadap berbagai gagasan global (seperti demokrasi dan kebebasan pribadi) di bawah anggapan keliru bahwa semua itu adalah ide-ide "Barat", (2) ikut menyumbang kerancuan dalam membaca sejarah intelektual dan ilmu pengetahuan dunia (termasuk apa yang hakikatnya "Barat" dan apa yang merupakan hasil sumbangan banyak pihak), dan (3) cenderung mendukung tumbuhnya fundamentalisme keagamaan bahkan terorisme internasional. [...]"

Buku baik di malam Minggu.

You Might Also Like

0 comments

followers

Subscribe