untuk sekotak rumah baru
6/02/2012 11:29:00 PM
senja yang beradu dengan laju kopaja mencatat hal yang sama setiap sorenya: masing-masing kita harus kembali ke rumah. aku akan melamun sepanjang jalan lalu mengantuk dan tertidur. bermimpi sebentar lalu mengejang satu hingga dua detik lalu melupa. lelah telah bisa kucicil di jalan raya, mengapa aku butuh rumah?
serupanya aku bisa mengada-ngada dengan berkata bahwa akusetuju dengan afrizal malna yang tak dapat mengerti artinya punya rumah. seringkali aku hanya singgah dan meraga di luar: menghirup udara yang tak ada indahnya, mencucuki bola mata, lalu kembali mencaci di atas lantai yang retak, atau menangis diam-diam di kamar mandi yang mulai berlumut. tapi aku hanya singgah.
dan jika 'home' dan 'house' keduanya dipadankan hanya dengan satu kata tunggal yakni "rumah", bagaimana aku membedakannya?
tapi mungkin aku memang butuh rumah: kita saling singgah di antara pelukan-pelukan.
hari ini aku juga bisa kembali singgah di rumah yang masih sama: begitu sementara namun lama - yang berangkat dari pelukan mata dan manis aksara - ketika oranye bersembunyi perlahan di balik gedung tinggi dan bulan yang bopeng nampak di atap yang kupijak berdua. manis kami mengingat sastra. manis kami memanggut lidah. manis kami menjejak rindu tanpa suara.
kecupan-kecupan kami adalah jejak rumah-rumah tak kasat mata yang saling bersinggahan dan merasa, tapi di antaranya aku mengingat seseorang yang pernah menjejak di atas halamannya namun lama hanya menyisa nama di gagang pintunya yang kusut. aku ingat kita pernah tertawa - yang bisa ia lakukan di setiap rumah tanpa berbeda. aku ingat semu pipi yang memerah - yang bisa ia lakukan di setiap jendela rumah tanpa berbeda. aku ingat pemikiran-pemikiran yang mengangkasa menjadi rasa vanila di udara - yang bisa ia lakukan di setiap pintu pagar rumah tanpa berbeda.
tapi aku mengingat pijakan-pijakan di halaman rumah yang masih bersisa dan tetap berbeda. wanginya hingga ke kebun belakang dan aku ingin sekali mampu melupa.
tapi laki-laki ini, lima belas usia kita ingin melompati jengkal di halaman depan, yang mungkin bosan lama tak disapa ke perjalanan yang lebih hikmat di kebun belakang, baru saja kudengar telah singgah di rumah yang baru. aku ingin sekali mampu melupa.
dan aksara-aksara ini mengingat laki-laki yang telah singgah, dan telah lama menari di halaman depan, sekotak rumah yang baru.
aku masih berpelukan dengan rumah lain yang lebih menghanyutkan. berciuman, sambil mengingat, dan lidah kami bertemuan dengan bau haru di halaman rumah yang tak lagi ditunggui tamu yang tak lekas dipersilakan masuk.
ia telah singgah dengan bahagia, di halaman belakang sekotak rumah yang baru. mungkin memulai perjalanannya yang baru di kebun waktu.
mengapa aku masih harus mengingat dengan sebuah haru?
ia telah singgah dengan bahagia, di halaman belakang sekotak rumah yang baru. mungkin memulai perjalanannya yang baru di kebun waktu.
mengapa aku masih harus mengingat dengan sebuah haru?
0 comments