mereka menyebutnya bianglala
12/18/2011 07:46:00 PM
saya tidak pernah menyesali masa lalu. manusia mencari, bukan menjadi lalu berhenti.
yang sekarang adalah hasil sintesa dari antitesa terhadap tesa yang telah terjadi duluan. barangkali saya yang terlalu banyak mengasup teori kemudian menyublim dalam segala perspektif. atau barangkali memang, saya telah lama berhasil membebaskan diri dari penindasan penyesalan yang sia-sia.
masa lalu adalah yang membentuk kesiapaan kita sekarang.
kita tidak akan terlepaskan dari masa lalu. kita hanya tidak perlu terbebankan.
hidup adalah progresivitas yang menggairahkan, yang patut dirayakan posibilitas di tiap nano-detiknya, yang segera berlalu tanpa tentu, yang sudah pasti untuk menjadi tidak-pasti.
apa yang berguna dari memerangi momentum-momentum masa lalu?
sama seperti masa kini, ada pilihan yang kita buat untuk dipertanggungjawabkan di masa lalu. dan pertanggungjawaban tidak pernah seutuhnya sejalan dengan penyesalan, pengendapan untuk kerusakan diri sendiri yang tidak bertanggungjawab pada kita di masa kini.
sama seperti masa kini, ada pilihan yang kita buat untuk dipertanggungjawabkan di masa lalu. dan pertanggungjawaban tidak pernah seutuhnya sejalan dengan penyesalan, pengendapan untuk kerusakan diri sendiri yang tidak bertanggungjawab pada kita di masa kini.
kebermaknaan yang tersimpan di dalamnya yang perlu dibawa dalam kepala. untuk dinegasikan. untuk disintesiskan. kemudian negasikan kembali. demikian hidup -beserta kesadaran, kewajiban, pemikiran- seharusnya dijalankan. terus-menerus.
kita tidak akan pernah rampung.
kita tidak akan pernah rampung.
dengan demikian saya juga terbiasa untuk tidak mengikat apa-apa. untuk tidak menyakiti siapa-siapa.
untuk tidak memaksakan momen apa-apa. untuk tidak menjanjikan kepastian apa-apa.
karena masih terlalu banyak hati yang sulit berhati-hati, untuk tidak mengharap lebih, hingga kemudian hanya sekedar sampai pada kesempatan untuk mengakui bahwa ia telah menyakiti dirinya sendiri.
apa saya perlu minta maaf? bukankah kita seharusnya sama-sama belajar menikmati yang tak pasti?
4 comments
hm... so Buddhist.. :D
ReplyDeletetapi Saya suka... tos*
so Buddhist? :D unintentionally sih kalau begitu :p
ReplyDeleteterima kasih kakaknya! *tos balik*
nihilis ya?
ReplyDeleteabis baca2 lagi,ternyata tulisannya ga nihilis..my bad :P
ReplyDeletehumanis kok..