malam di perbukitan
9/27/2011 06:29:00 PM
"balada"
katamu, "nyanyikan sebuah balada!"
"aku hanya punya syahadat", kujawab
tidak ada balada,
hanya ada bangau-bangau hijau
dan perahu yang bersandar di pinus
dan suara genting kandang kambing
kita terlalu jauh dari ibukota
ya.... mungkin ada korek api, tapi tak membawa cerita apa-apa
hanya batu di kali,
berbayang pada ilusi yang paling asli
"oh! aku bawa Alkitab," kau menyergah,
sementara jarimu menyusuri Mazmur
"mana, mana rokokku?" kubalas,
aku hanya mahir pada doa yang takabur
"aku juga punya sebuah doa," kaubilang
"di bingkai cermin sebuah rumah tua, kutemukan selepas siang:
tentang sebuah lupa,
pasak-pasak dusta,
amin yang tak bernyawa,
dan lilin-lilin dan aspirin.
apa kau percaya?
sebuah doa tentang lilin dan aspirin!"
aku tak tertawa
tetap tidak ada balada yang dinyanyikan
hanya
sebuah puisi yang bungkam di perkabungan
di perbukitan
selebar daun salam
suam,
tak berkata
sudah cukup kita berbekal sebuah ketika:
kau, aku, kita - duduk berdua
bermain duga tentang surga
sementara debu suar yang jauh
jatuh di daun telinga,
dan tiba-tiba saja kau tertawa,
"sudah, anggap saja tak pernah ada."
balada, surga, dan segala lupa tentang kita berdua.
2011
katamu, "nyanyikan sebuah balada!"
"aku hanya punya syahadat", kujawab
tidak ada balada,
hanya ada bangau-bangau hijau
dan perahu yang bersandar di pinus
dan suara genting kandang kambing
kita terlalu jauh dari ibukota
ya.... mungkin ada korek api, tapi tak membawa cerita apa-apa
hanya batu di kali,
berbayang pada ilusi yang paling asli
"oh! aku bawa Alkitab," kau menyergah,
sementara jarimu menyusuri Mazmur
"mana, mana rokokku?" kubalas,
aku hanya mahir pada doa yang takabur
"aku juga punya sebuah doa," kaubilang
"di bingkai cermin sebuah rumah tua, kutemukan selepas siang:
tentang sebuah lupa,
pasak-pasak dusta,
amin yang tak bernyawa,
dan lilin-lilin dan aspirin.
apa kau percaya?
sebuah doa tentang lilin dan aspirin!"
aku tak tertawa
tetap tidak ada balada yang dinyanyikan
hanya
sebuah puisi yang bungkam di perkabungan
di perbukitan
selebar daun salam
suam,
tak berkata
sudah cukup kita berbekal sebuah ketika:
kau, aku, kita - duduk berdua
bermain duga tentang surga
sementara debu suar yang jauh
jatuh di daun telinga,
dan tiba-tiba saja kau tertawa,
"sudah, anggap saja tak pernah ada."
balada, surga, dan segala lupa tentang kita berdua.
2011
0 comments