­

8/16/2011 11:50:00 PM

untuk seorang tak bernama, atau Aksara, atau Aksara Adam, atau bagaimana pun kau memilih untuk memanggil dirimu sendiri :

aku sedang enggan berpuisi. atau sekedar enggan merecoki definisi puisi. dan sudah kusampaikan bahwa aku bosan bermetafora. kau tahu? aku mengagumi karya seni, termasuk sastra di dalamnya, tempat kita merayakan bahasa dengan suka cita aksara. dan proses kreatif adalah esensi yang tidak bisa diselewengi. berjibakulah dalam tanggung jawab besar keilmuan seni, seperti desain grafis contohnya, dan kau akan tahu bagaimana sebuah proses menjadi hakikat makna dari sebuah karya, sebagai salah satu bentuk pertanggungjawabannya terutama dalam keilmuannya sendiri; dan yang paling sering diabaikan dalam proses kreatif adalah perlakuan terhadap ide yang bukan granat untuk dilempar segera sesaat target nampak. kuliah dalam jurusan seni terapan mengajarkanku untuk bisa memperlakukan ide tidak dengan pecutan. salah satunya adalah fermentasi ide. pengendapan. kedengarannya basi, aku tahu. tapi ide yang tidak diendapkan sama saja seperti petasan-petasan yang terbakar prematur hanya keluar asap. dan dengan tidak menuliskan puisi untuk menjawabimu, aku ingin tetap menjunjung tinggi nilai puisi sebagai karya seni. itu pikiranku. aku enggan bersumbang rima, mematikan magis kata, memperkosa aksara hanya karena gesa; meski yang menikmati sajakku mungkin hanya diriku sendiri.
tidak, aku tidak sedang menyusun makalah kuliah  umum tentang hal yang tidak kukuasai secara obyektif. ah, tapi memang pernah obyektivitas berada paling mulia dibanding subyektivitas untuk perkara hasil karya manusia bernama seni (termasuk nilai di dalamnya)?
aku ingin kau tetap berpuisi dengan menikmatinya sebagai euforia terhadap aksara dan bahasa, bukan sekedar untuk memenuhi gesa. karena kata bisa saja sekedar mantra, tapi kau tahu kan, orang-orang yang terbiasa jatuh cinta pada kata bisa memahami, sajak mana yang berbicara tentang hati dan perkaranya selagi menjunjung tinggi bahasa, dan mana yang entah untuk apa, mungkin untuk dirinya sendiri saja.
dan hey, kupikir akan jauh lebih estetik jika kita mengenal nama, meski kau tak peduli juga. tapi tak mengapa,   kuhargai kau yang menikmati eksistensi dalam bayang kata-kata. esensimu mungkin pada jejeran titik, koma, spasi, dan tanda baca yang menjejali aksara.
jadi kupikir, kita bisa saja berkawan karena sama memuja kata; jadi kita bisa bicara apa saja selagi aku lelah bermetafora dan tenggelam dalam pencarian akan makna yang sebenarnya tidak membawa aku kemana-mana.
kau pernah menyebut kematian, dan kurasa kita sama bergembira karenanya. hidup manusia menganaktirikan kematian yang disangka sebagai opsi tunggal ketika hidup tak bermakna. salah. kematian begitu menarik, sama seperti kehidupan, yang menyimpan rahasia banyak untuk diterka.
kau tahu, padang bintang. aku memimpikan berbaring di atas bukit, mungkin beralas kain flanel tipis. aku berbaring kala lewat tengah malam dan berselimut jagat raya. aku tengadah, menyaksikan titik-titik refleksi besaran manusia yang sekedar debu di semesta, membayangkan diri melayang bebas di angkasa, hampa udara. yang tersisa hanya absensi manusia. mungkin akan berkelibatan video-video sesisa cassini atau mungkin, kala itu, juno banyak bercerita. entah. kubayangkan saja, kala itu, adalah momentum detak terakhir. dan detik berhenti. menyambut kebermulaan baru akan hampa yang semoga niscaya. ya mungkin ada surga, atau mungkin tidak ada. tidak mengapa. tapi setidaknya, i'll die truly in peace.
andai kita bisa memilih bagaimana kita mati. yang mungkin indahnya bisa sempat kurayakan dalam bait-bait puisi.

You Might Also Like

3 comments

  1. Ratapan kematian

    Lihatlah jantung yang berdetak ini
    Katakan padaku mengapa ia berdetak,
    Untuk apa atau siapakah ia berdetak
    Katakan padaku mengapa ia berdetak

    Aku disini, melihat, mendengar dan bernafas perlahan
    Tapi untuk apakah semua ini
    Hanya kebosanan yang sedang kurasakan
    Tiada arti dari pada semua yang sedang ku jalani

    Ceritkan padaku,
    Apakah hidup itu
    Ceritakan padaku
    Apakah arti dari kehidupan itu

    Kekayaan, kekuasaan, kebahagiaan
    Aku tidak pernah tertarik pada mereka
    Aku jenuh menjalani itu jenis mainan
    Katakan padaku apa yang menarik dari itu semua

    Sebuah permainan yang tidak peduli seberapa engkau menjalaninya
    Esok akan menghapusnya
    seperti sebuah penghapus papan tulis
    yang menghapus tulisan putih diatasnya

    Berapa lama lagi engkau ingin menjalaninya
    365 di kali puluhan sesuatu
    Katakan apa yang engkau lihat dari mata itu
    Sebuah kehampaankah atau sebuah keindahan semu

    Ceritakan padaku teman

    ReplyDelete
  2. Nada nada kehidupan

    Lihatlah percikan percikan kebahagiaan yang sendang melompat lompat
    Lihatlah cinta yang sedang melayang di depan hidungmu
    Lihatlah kasih sayang yang menyelimutimu
    Lihatlah keindahan dari setiap nafasmu

    Pakaian sebuah senyum diwajahmu
    Intiplah kehidupan dari topeng tertawamu
    Lihatlah cinta dimana mana
    Karena Kasih terlahir untukmu

    Menarilah dimanapun engkau berada
    Lihatlah kaki dan tangan yang bertari tarian
    Bukanlah itu kebahagiaan

    Ayo berdansalah bersama kegembiraan
    Merayakan
    Kelahiran

    Menarilah dengan kaki kaki syukur
    Melompatlah kedalam kolam keindahan
    Teguklah kasihNya
    Rayakanlah kehidupanmu

    Karena kita hidup teman

    ReplyDelete

followers

Subscribe