pangkal tanda tanya
1/17/2011 01:23:00 PMsaya - entah kenapa - terbiasa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bikin orang malas dengar ketika kematian menghampiri orang yang saya kenal.
mengapa hanya jiwanya yang pergi?
benarkah kepercayaan kita, bahwa tubuh kita -pada waktunya nanti- akan dibangkitkan?
benarkah kepercayaan kita, bahwa tubuh kita -pada waktunya nanti- akan dibangkitkan?
mengapa itu perlu, untuk kembali hidup abadi dengan tubuh dan jiwa?
mengapa tak langsung saja kita hidup abadi sebagai roh?
apakah kita tidak akan mengenal siapa pun setelah mati?
dan setelah mati, kita akan menjadi bukan siapa-siapa lagi, bukan?
lantas mengapa perlu untuk mati?
dan lagi,
mengapa kita harus hidup kalau kita harus berakhir pada kematian?
mungkin mirip dengan bertanya : mengapa kita harus makan saat lapar, jika nantinya kita akan lapar lagi?
dengan pemikiran seperti itu, saya bisa saja berhenti makan, lalu bertemu lagi dengan lapar; berlanjut seperti itu terus sampai kesakitan tak tertahankan yang akhirnya memaksa saya untuk makan. setelah saya makan, saya mungkin akan belajar untuk tidak lagi menunda-nunda makan karena hanya akan menyakitkan saya sendiri. lesson learned and can be implemented karena memang ada kesempatan lain untuk melakukannya lagi.
berbeda kalau saya gagal melakukan hidup dengan baik. ketika saya tahu jalan saya salah, saya sudah berakhir pada kematian dan tidak bisa mengulanginya lagi.
katakanlah saya bersalah dalam kehidupan, lalu tak sempat melakukan perubahan, saya keburu mati. dan pilihannya hanya dua " surga atau neraka.
akan fatal kalau saya berlaku salah dan mampu mengubah karena keburu mati, lalu berakhir di neraka : penderitaan siang dan malam yang tiada akhir.
(jadi gatal ingin mengajukan pertanyaan juga: kalau misalkan kita berakhir di surga yang katanya menyenangkan: semua indah dan tanpa masalah; bukankah surga akan menjadi sangat membosankan?
sekali waktu, pernah teman-teman debat saya pernah membahas tentang suatu argumen, yang intinya adalah justifikasi atas suatu tindakan karena hal tersebut sesuai dengan common sense kita, yakni mengutamakan hak-hak asasi manusia. ketika pernyataan itu ditanyakan "Kenapa?", sebuah kebiasaan yang menjadi sebuah tuntutan, kami dijawabi "Ya, itu sama aja kayak bertanya 'Kenapa lo hidup?'."
Selesai.
dan saya gatal.
bukankah pertanyaan itu juga sepatutnya dijawab?
ya mungkin tidak semua pertanyaan harus dijawab, tapi pertanyaan yang satu itu adalah pertanyaan paling dasar dari setiap manusia yang hidup, bukan?
apakah keengganan manusia untuk menjawab mengapa mereka hidup adalah sebuah bentuk pelarian? mungkin kita sama-sama tahu bahwa pertanyaan yang kita sama-sama akui basis ini tak kunjung ketemu jawabnya. mungkin kita sama-sama tahu bahwa pertanyaan yang tak juga menghentikan tanda tanya ini hanyaa akan memunculkan kekecewaan atas apa yang telah lama dan susah payah kita jalani.
dan mungkin memang
kita sama-sama menyadari absurditas hidup kita; lalu berpura semuanya baik-baik saja dengan mematikan pertanyaan-pertanyaan yang "omong kosong" dan tak penting.
saya jadi ingat kata-kata Bill Hicks ini:
"The World is like a ride in an amusement park, and when you choose to go on it you think it’s real, because that’s how powerful our minds are. And the ride goes up and down and round and round, and it has thrills and chills and is very brightly colored, and it’s very loud. And it’s fun, for a while.dan mungkin memang
kita sama-sama menyadari absurditas hidup kita; lalu berpura semuanya baik-baik saja dengan mematikan pertanyaan-pertanyaan yang "omong kosong" dan tak penting.
saya jadi ingat kata-kata Bill Hicks ini:
Some people have been on the ride for a long time, and they’ve begun to question, “Is this real, or is this just a ride?”, and other people have remembered, and they’ve come back to us and they say “Hey, don’t worry. Don’t be afraid, ever, because this is just a ride.” and we kill those people.
“Shut him up! We have alot invested in this ride! Shut him up! Look at my furrows of worry. Look at my big bank account, and my family. This just has to be real.”
It’s just a ride.
But we always kill those good guys who try and tell us that. You ever noticed that? And let the demons run amok. But it doesn’t matter, because, it’s just a ride."
mungkin ketika saya dengan konyolnya mulai bertanya-tanya lagi, harusnya saya ingat kalau It is just a life, and It is just a death.
ah, mungkin bisa kita gunakan juga kata-kata Confucius untuk menahan tanda tanya saya, "life is simple but we insist on making it complicated." bagaimana?
Hell with meanings?
0 comments