Widi Vierra and Stupid Patriarchal Society
7/08/2011 02:11:00 AM
Seharusnya saya tidur dari tiga jam yang lalu. Sekarang hampir pukul 1 lewat 30 dini hari dan saya masih tidak bisa tidur. Saya mengantuk, tapi rasa kecewa dan kenyerian yang lebih banyak menguasai saya malam ini: kabar tentang apa yang terjadi sama Widi Vierra terus-terusan menganggu pikiran saya.
Terlepas dari mabuk atau tidaknya Widi waktu penculikan terjadi, terlepas dari seberapa marahnya Widi yang di ditumpahkan dengan kata-kata di lini masa Twitter-nya (yang enggak saya follow, sih), saya cuma mau bilang bahwa I can feel the ache within. Dan nyeri-nya enggak hilang di hati saya. Saya iseng cari tweet-tweet yang masuk ke mention Widi, dan menemukan bahwa orang-orang yang melecehkan dia lebih lanjut pasca penculikan itu tidak kalah banyaknya dengan orang-orang yang berusaha untuk meng-encourage dia.
Yang paling bikin saya jengah adalah pola pikir orang-orang yang melulu meletakkan kesalahan para korban pelecehan pada si pihak perempuan. Si Widi ini contohnya. Banyak kok yang bilang "Salah sendiri, ngapain jam empat pagi masih keluyuran?" "Memang cewek liar kali" dan bla bla bla. What happened (and happens) to Widi shows us how stupid our society is. Gila, mau sampai kapan sih perempuan diharuskan untuk bertanggung jawab atas tindakan yang bukan menjadi kehendaknya dia? Mentang-mentang lo liat ada perempuan, misalnya, di jalanan jam 3 pagi, menurut lo itu perempuan "berhak" untuk dilecehkan? Fuck patriarchy. Kesel saya.
Perempuan terus-terusan dianggap sebagai obyek, terus-terusan dianggap sebagai pihak yang "tidak berhak untuk memilih". Ini, tubuh perempuan, sepenuhnya adalah hak individu dari si perempuan itu sendiri. When a woman shows her legs, doesn't mean she wants to spread them. Bukan saya mau bilang bahwa pemikiran tentang seks dari laki-laki itu enggak normal dan harus ditekan, tapi kalau sampai ujung-ujungnya melakukan pelecehan terhadap perempuan yang mereka anggap tidak seharusnya melawan karena mereka berpikir perempuan harus bisa tidak membangkitkan gairah laki-laki supaya enggak dilecehkan, kita lagi di-brainwashed. Di-brainwashed sama budaya patriarki yang menjengkelkan dan enggak adil. Pret. Dan konyolnya masih banyak perempuan yang menganggap ini sah-sah saja: kalau enggak mau diapa-apain, jangan menggoda. Ya, saya juga enggak akan bilang pake baju dengan kerah rendah atau rok mini tidak seharusnya merangsang laki-laki tapi kesadaran harus juga bisa datang dari pihak laki-laki dan seharusnya bisa berkuasa atas dirinya sendiri untuk memanusiakan manusia lain sebagai subyek individu. Bahkan banyak kasus terjadi dimana perempuan berpakaian sopan tapi memang fisiknya, misalnya berpayudara besar, atau berpinggul besar, menjadi sasaran si laki-laki yang berpikir bahwa si perempuan memang "menggodai" dia dengan tampilannya (beberapa kali terjadi di angkutan umum). Bajingan?
Lalu soal pakaian, sebagai contoh, perempuan di masyarakat kita dibentuk untuk berpakaian yang tertutup, yang rapi, yang sopan, yang enggak menonjolkan aurat; atau harus menghindari pulang larut malam, sebagai contoh lain, jika semata-mata itu dilakukan supaya si perempuan enggak masuk dalam daftar nama "Mereka Yang Pantas Diperkosa" ya dimana letak fairness-nya? Kalau begitu saya jadi laki-laki aja, jadi saya berhak untuk melakukan apapun terhadap lawan jenis saya dengan dalih nafsu seksual yang naluriah dan menjadi legal karena dibumbui oleh tampilan perempuan yang menggoda yang seolah menyetujui untuk dilecehkan. Pola pikir yang sungguh tahi kucing sekali.
Perempuan harus bisa menjaga diri dengan baik, katanya, supaya terhindar dari kejahatan. Padahal kejahatannya ada di dalam pola pikir patriarkis yang melulu melihat wanita sebagai gender kelas dua. Perempuan harus sadar bahwa ia punya hak penuh atas tubuhnya sendiri. Akan tetapi, bicara demikian memang akan sangat sulit pelaksanannya jika laki-laki terus menerus terjebak dalam kedangkalan pikiran dan moralnya dengan menganggap nafsunya lebih tinggi daripada derajat perempuan. Laki-laki juga seharusnya sadar, jika meskipun dia memang berhak atas nafsunya sendiri ketika melihat perempuan, si perempuan yang dia lihat bukannya obyek, melainkan subyek yang juga punya hak menyeluruh atas tubuhnya sendiri!
Laki-laki memiliki peranan penting dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Laki-laki bukan musuh. Laki-laki hendaknya dijadikan partner yang bertanggungjawab untuk terkondisinya keadilan gender.
(lakilakibaru.wordpress.com)
Orang ribet ngurusin moral orang lain dengan ngatur-ngatur, "iya perempuan yang baik itu tampilannya enggak bikin nafsu laki-laki", "perempuan yang baik enggak akan pulang malem-malem", "perempuan yang baik itu yang enggak ngerokok", "enggak bertato", "enggak minum", enggak ini dan enggak itu, harus begini dan harus begitu, sampe-sampe mereka lupa tanggung jawabnya sendiri yang paling dasar sebagai manusia: buat menghargai kebebasan orang lain, meng-acknowledge hak orang lain terhadap tubuhnya sendiri secara penuh dan menyeluruh. Selama itu orang menggunakan hak atas tubuhnya sendiri dengan kesadaran dan tanggung jawab serta enggak merugikan orang lain, kenapa harus kita sih yang repot terjebak dalam struktur-struktur yang berlabel "moral dan etika masyarakat" yang makin bias begini? That's what happens in our society: repot nentuin (dan melabeli) level moral dan etika orang lain yang seharusnya enggak perlu dilakukan kalau mereka menyadari hak orang lain terhadap dirinya sendiri. Kalau semua laki-laki bisa acknowledge hak perempuan terhadap tubuhnya secara menyeluruh, memangnya bakal muncul tuh stereotype "perempuan baik adalah yang....(diisi dengan yang saya sebutkan di awal paragraf ini)".
Ketidakadilan dalam pelecehan seksual yang dialami perempuan bisa disimak di kutipan ini:
Man: Hello, I'd like to report a mugging.
Officer: A mugging, eh? Where did it take place?
Man: I was walking by 21st and Dundritch Street and a man pulled out a gun and said, "Give me all your money."
Officer: And did you?
Man: Yes, I co-operated.
Officer: So you willingly gave the man your money without fighting back, calling for help or trying to escape?
Man: Well, yes, but I was terrified. I thought he was going to kill me!
Officer: Mmm. But you did co-operate with him. And I've been informed that you're quite a philanthropist, too.
Man: I give to charity, yes.
Officer: So you like to give money away. You make a habit of giving money away.
Man: What does that have to do with this situation?
Officer: You knowingly walked down Dundritch Street in your suit when everyone knows you like to give away money, and then you didn't fight back. It sounds like you gave money to someone, but now you're having after-donation regret. Tell me, do you really want to ruin his life because of your mistake?
Man: This is ridiculous!
Officer: This is a rape analogy. This is what women face every single day when they try to bring their rapists to justice.
Man: Fuck the patriarchy.
Officer: Word.
(http://lovinganarchist.tumblr.com/post/7336137881/a-modern-sexual-assault-tale)
Ada satu line feminis yang menyantol di otak saya dan pengen saya teriakin:
"We live in the society that teaches us not to get raped instead of don't rape."
Pathetic society. Fuck patriarchy.
0 comments