cerita ibu

4/03/2011 08:31:00 PM

kudengar ibu bercerita
tentang masa masih ada bapak
"pada bangsa ia bercita-cita,
"pada mimpi yang dibawa dalam Pancasila"

ada cinta akan bangsa
kuterka dari mata yang tak berbicara
lalu marah menguasai kornea
sampai akhirnya ibu hanya tertawa

ia sampai pada aku yang menganga
"hanya lelucon yang kadarluarsa,
"tentang badut-badut berjas tinggi kerah,
"judul parodinya: 'Pemerintah'"

katanya pernah luar biasa amarah Bapak
menghujat pada para pejabat negara
tapi katanya berakhir dengan kecewa
tak lagi percaya pada Tuhan yang maha kuasa

"ia pulang waktu senja
"memanggul peras karet di bahu yang lemah,
"yang ia minta air bersih saja,
"mata air cuma milik pemodal bertuhan rupiah."

"matahari belum kembali ke singgasana
"ketika bapak berontak meski gelisah
"'untuk desa dan cucu kita' ujarnya membusung dada
"peluru bersarang di dada yang sama, tanpa nama."

kubiarkan pikiran melanglang buana
kusangka Pancasila cukup menghias garuda
yang kutatap tanpa pernah bertanya
tapi ia bukti, idealisme diinjak pahit realita

lagi, ibu tertawa sambil mengusap kepala
"mungkin takdir memaksa kita bermimpi rendah
"janji saja mereka perjuangkan kita.
"menjadi miskin artinya jadi boneka."

kutatap lahan botak yang merana,
pada tanah ini sedang terburai air mata
dan gantinya, pepohonan mereka pajang dengan bangga,
berbasis spanduk dan printer menutupi dosa,
kudengar saja dari seorang teman di Jakarta

yang turut mengadu bersama tanpa makna
"betapa kubenci ibukota"
"ada benci pada negara."
jawabnya, "bangsa kita yang terjungkal ke neraka."


*

tulisan ini, randomly, terinspirasi karena sedang merasa miris saja mendengar berita petang ini, tentang masyarakat di Kalimantan yang ladang karetnya dikuasai para pemilik modal. berita ini sama dengan berita yang saya tonton beberapa hari yang lalu, tentang air kotor yang dikonsumsi warga karena terpaksa. mata air sumber air bersih dikuasai perusahaan saja, dan warga sisanya mengkonsumsi air limbah (yang disaring sedikit pun tidak).
juga apa yang saya lihat di proyek pembangunan jalanan yang entah dengan naif atau bodohnya (atau menganggap masyarakat bodoh) dengan memajang spanduk bergambar pepohonan di area proyek yang malah membangkitkan amarah. dan kemarahan yang semakin membatu saja pada proyek-proyek usaha para pemilik modal yang menggusur lahan berjualan usaha kecil menengah di sekitar kampus. kapitalis, betapa moral kalian adalah sampah. dan pemerintah daerah, terima kasih sudah menambah jumlah badut-badut tolol di pemerintahan.

You Might Also Like

0 comments

followers

Subscribe