1/29/2011 05:54:00 AM

saya hanya enggan bertumbuh di dalam luka. lagipula mendengarnya saja menggelikan. apa? ya, keklisean itu lagi. dan juga kebosanan yang memuncak ketika mulai masuk ke bagian endingnya. lucu ya melihat manusia? ya saya salah satunya. naluri humanis kita sama-sama menutupi kekosongan. terisi sebentar, menikmati pengharapan dan penantian, lalu berbicara tentang utopia keabadian, lalu tersadarkan akan kekosongan yang akan mengikuti, kita tiba pada titik kulminasi kejenuhan. dimabukkan oleh kekosongan sendiri bisa menjadi candu.
menggelikan kita.

rasanya semakin menjenuhkan juga untuk hidup dengan kepala yang terlalu bising: terus bertanya dan menyanggah jawaban kita sendiri. terjebak dalam tuntutan semu pencarian definisi mengikuti keberartian. tapi lalu terjungkal dalam idealisme kita sendiri.
orang berujar toleransi-toleransi membawa kita pada kematian idealisme.
tapi kupikir, beberapa idealisme yang tidak tertoleril yang membawa kematian (saya bukan bicara dalam arti harafiahnya, kalau-kalau yang terlintas di kepala adalah kaum intelektual yang aggresif dan berani, lalu berakhir karena enggan menentang idealismenya sendiri).

sekali waktu saya pernah berbincang dengan pikiran saya sendiri, tentang bagaimana cinta menjadi dalih-dalih hal irasional dan absurd.
"sungguh bodoh kamu berbuat begitu."
"ini bukan bodoh, ini cinta."
"secara rasional, itu adalah kebodohan!"
"kalau begitu jangan melihat cinta secara rasional."
"ketika kubicara tentang yang bodoh dan yang tidak, aku mengukurnya secara rasional. dengan kamu meminta begitu aku simpulkan bahwa cinta terlepas dari rasio."
"...... kupikir memang begitu. pendapat pribadiku."
"kalau begitu, dengan berangkat dari pendapat pribadiku, bisa kita katakan bahwa cinta adalah bodoh, bukan?"
"ingat sebuah quote dari Sex and The City? she was a smart girl until she fell in love."
lalu kepala saya hening, dan berakhir pada pertanyaan yang lelah sekali untuk dicari jawabnya.

apakah memang tidak mungkin kita memandang cinta secara rasional?
lagipula, apa yang membuat satu hal disebut rasional dan yang lainnya tidak?
jika mereka berangkat dari common sense untuk menilai, apakah cara mengukur kita tetap disebut rasional?
lalu mengapa enggan pikiran dan naluri bersinkronisasi barang dalam semenit, dalam satu hal, dalam satu sistem pemikiran dan perasaan, untuk sekedar berhenti menghabiskan waktu berdialog di dalam kepala saya sendiri?
ada buku dari guru besar filsafat yang berisi tentang dan berjudul "Menalar Tuhan". dan jika Tuhan adalah cinta, berarti bukan tidak mungkin 'kan untuk juga menalar cinta?
lalu mengapa saya terus menerus berpikir bahwa cinta adalah kebodohan? bahwa apa-apa yang saya kerjakan dengan dalih cinta berakhir pada hal-hal irasional?
kenapa bicara tentang kepantasan dan ketidakpantasan?
mengapa cinta harus dijebakkan pada parameter-parameter subyektif untuk memandang individu lain sementara cinta adalah jalan mendobrak kemustahilan?
saya malah berakhir dengan memandang cinta sebagai kemustahilan.


juga pada idealisme-idealisme tentang cinta yang sempat terpatri dalam benak saya. omongan-omongan yang -entah mengapa- di hari-hari belakangan nampak seperti bual. untuk mencintai bukan dengan memiliki. untuk memberi tanpa berhasrat memiliki. pertanyaan saya adalah ketika hati kita tak tersentuh satu sama lain, tanpa memiliki, bisa artikan pada saya apa itu cinta?

betapa melelahkan dan menganggunya menyimpan pertanyaan-pertanyaan seperti ini pada bulan-bulan belakangan ini. mungkin memang harus dilalui saja. seperti  kita bertanya 'Apa itu hidup?' lalu terjebak dalam upaya-upaya menggantungkan label definisi yang manis atau ironis padanya, tapi tidak pernah benar-benar menjadi bagian di dalamnya (hidup). saya sadar saya hidup, dan inilah hidup. kalau memang seperti itu halnya dalam memandang cinta... jika-jika saya memang sadar saya sedang dalam cinta.

You Might Also Like

2 comments

  1. your words are so confusing =/ :'(

    ReplyDelete
  2. once you hear my story you'll understand why i wrote this. ayo pergi jalan yuuuuk. udah lama deh. ):

    ReplyDelete

followers

Subscribe