Ada. Memang Ada.
4/19/2010 09:16:00 AM
aku ingat seorang teman dengan kisah-kisahnya yang memilukan, dan ketika lidahku tak lagi bisa membaurinya dengan kata-kata kelegaan, yang aku sampirkan adalah jawaban yang harusnya bisa terucap sejak awal, "biar Tuhan yang menjawab."
dan yang dibalas dari bibirnya, seperti yang sudah kuterka namun tetap mengejutkan, "Tuhan tidak ada."
mungkin ia adalah satu dari sekian banyak pencari kebenaran atas keabsolutan yang dimiliki Sang Kuat, yang karena magis-Nya yang tidak bisa aku gambarkan,telah menyudutkan kemampuan berpikir logis mereka.
atau mungkin ia satu dari mereka yang sudah keburu jenuh dengan segala peraturan, teori, dan dogma yang mengintimidasi kebebasan atas nikmat yang bisa mereka ambil dengan mudah tanpa mengingat kata dosa.
aku tahu pikiran mereka.
aku pernah mencicip langkah yang mereka tempuh, sekali waktu, ya,
ketika rasa haus tak lagi aku bedakan dengan kemabukan.
dan sekali waktu juga,
sebagaimana yang sekarang aku rindukan,
ketika Ia yang mereka anggap terlalu absurd menghadirkan kenyataan-Nya yang begitu melegakan.
bayangkan ketika harimu diisi oleh rasa percaya atas hal yang tak pernah kau saksikan,
dan rasa percayamu yang mudah goyah itu disisipi cemooh dan hujat yang dilabeli kekafiran.
aku mengalaminya.
dan rasanya tidak enak.
namun cintamu yang tidak bisa digambarkan itulah yang membantumu berdiri. membantuku berdiri.
silahkan bertanya mengapa aku bertahan,
karena aku toh tidak sendirian. berjuta orang ada bersamaku menjadi gagah dengan perisai tak kasat mata yang kami sebut iman.
satu-satunya alasan yang bisa aku, kami, lontarkan adalah "Dia." yang telah dengan nyata memberikan solusi tentang hidup yang dulu selalu muram.
menjadi ketakutanku ketika membayangkan hidup seperti mereka,
ketika limbung dan bingung entah harus dilandaikan pada siapa tangan-tangan yang keburu lemah ini untuk bersandar?
seperti juga halnya ketika hitam membauri putih dan putih dicurangi hitam, di antara keabu-abuan itu, dengan bola mata mana yang lebih bersahaja untuk bisa menangkap jejak yang ketinggalan?
juga sama dengan saat terkantuk-kantuknya suara hati dalam mengeliminasi rasa benar dan rasa salah, yang keduanya bisa dikecap menjadi bahagia dan kedukaan.
tentang hal-hal yang terlalu sederhana, yang bisa aku saksikan sendiri.
tentang bagaimana Ia mengenal hatiku, jauh dari aku sendiri mengenalnya.
seperti luka hati yang menguasai aku,
yang berani menyambuhkannya dengan benar ya memang Dia.
terlalu sederhana, sehingga kita melewatkannya. ya, kebesaran-Nya.
tentang hal baik dan hal buruk,
apakah yang membatasi mereka?
toh aku juga tidak suka didoktrinasi,
tapi ada iman yang telah dipercayakan, yang harus bisa dipertanggungjawabkan.
rasakanlah.
Ia memang ada.
dan yang dibalas dari bibirnya, seperti yang sudah kuterka namun tetap mengejutkan, "Tuhan tidak ada."
mungkin ia adalah satu dari sekian banyak pencari kebenaran atas keabsolutan yang dimiliki Sang Kuat, yang karena magis-Nya yang tidak bisa aku gambarkan,telah menyudutkan kemampuan berpikir logis mereka.
atau mungkin ia satu dari mereka yang sudah keburu jenuh dengan segala peraturan, teori, dan dogma yang mengintimidasi kebebasan atas nikmat yang bisa mereka ambil dengan mudah tanpa mengingat kata dosa.
aku tahu pikiran mereka.
aku pernah mencicip langkah yang mereka tempuh, sekali waktu, ya,
ketika rasa haus tak lagi aku bedakan dengan kemabukan.
dan sekali waktu juga,
sebagaimana yang sekarang aku rindukan,
ketika Ia yang mereka anggap terlalu absurd menghadirkan kenyataan-Nya yang begitu melegakan.
bayangkan ketika harimu diisi oleh rasa percaya atas hal yang tak pernah kau saksikan,
dan rasa percayamu yang mudah goyah itu disisipi cemooh dan hujat yang dilabeli kekafiran.
aku mengalaminya.
dan rasanya tidak enak.
namun cintamu yang tidak bisa digambarkan itulah yang membantumu berdiri. membantuku berdiri.
silahkan bertanya mengapa aku bertahan,
karena aku toh tidak sendirian. berjuta orang ada bersamaku menjadi gagah dengan perisai tak kasat mata yang kami sebut iman.
satu-satunya alasan yang bisa aku, kami, lontarkan adalah "Dia." yang telah dengan nyata memberikan solusi tentang hidup yang dulu selalu muram.
menjadi ketakutanku ketika membayangkan hidup seperti mereka,
ketika limbung dan bingung entah harus dilandaikan pada siapa tangan-tangan yang keburu lemah ini untuk bersandar?
seperti juga halnya ketika hitam membauri putih dan putih dicurangi hitam, di antara keabu-abuan itu, dengan bola mata mana yang lebih bersahaja untuk bisa menangkap jejak yang ketinggalan?
juga sama dengan saat terkantuk-kantuknya suara hati dalam mengeliminasi rasa benar dan rasa salah, yang keduanya bisa dikecap menjadi bahagia dan kedukaan.
tentang hal-hal yang terlalu sederhana, yang bisa aku saksikan sendiri.
tentang bagaimana Ia mengenal hatiku, jauh dari aku sendiri mengenalnya.
seperti luka hati yang menguasai aku,
yang berani menyambuhkannya dengan benar ya memang Dia.
terlalu sederhana, sehingga kita melewatkannya. ya, kebesaran-Nya.
tentang hal baik dan hal buruk,
apakah yang membatasi mereka?
toh aku juga tidak suka didoktrinasi,
tapi ada iman yang telah dipercayakan, yang harus bisa dipertanggungjawabkan.
rasakanlah.
Ia memang ada.
0 comments